PAGI jam 8, pak Damat bekas lurah itu naik sepeda lewat depan rumah menuju ke tempatnya pak Jumadi, di mana besok hari Rabu tanggal 9 April 2014 nanti akan dilangsungkan pemungutan suara Pemilu. Mbok Remi yang tahunan telah membantu untuk urusan rumah tangga orang tuaku kebetulan lagi menyapu pelataran menyapa ramah pak lurah.Â
Aku lagi duduk-duduk di beranda menikmati kopi panas ikutan mengangguk dan kasih salam pada bekas lurah yang tidak aku kenal itu. Sudah lama aku meninggalkan kampung dan tak pernah berurusan dengan kelurahan. Aku hanya kenal beberapa lurah saat masih SMA dan mahasiswa dulu. Beberapa lurah sudah berganti dan beberapa sudah meninggal. Aku tidak tahu berapa lurah yang telah menjabat setelah aku merantau. Aku tahu dia bekas lurah setelah dikasih tahu mbok Remi.
Beberapa anak muda kampung mondar-mandir di jalan depan rumah membawa papan tulis berukuran besar dari keluarahan. Kudengar mereka berdiskusi tentang teknis TPS. Aku tidak kenal mereka semua. Pasti pendatang baru di kampung kami. Atau anak dari penduduk kampung yang tidak pernah aku tahu.
Rumah Pak Jumadi hanya berjarak seratus meter dari rumah keluargaku. Ia punya ruangan besar dulunya pernah disewakan ke seorang pengusaha pembikin roti. Pingin juga pergi ke rumah pak Jumadi dan melihat kesibukan mereka mempersiapkan TPS itu.
Ternyata ada sekitar 7 orang di situ. Mereka semua adalah panitia TPS. Pak Damat sebagai Ketua dan enam lainnya sebagai anggota. Mereka berdiskusi tentang letak ruangan dan beberapa melihat ke buku panduan untuk meyakinkan tata letaknya sesuai yang digariskan dalam buku panduan resmi yang dikeluarkan oleh Komisi Pemilu. Mereka mendapat uang lelah secukupnya untuk jerih payahnya.
Aku ikutan nimbrung dengan obrolan mereka. Tidak cuma masalah pemilu tapi masalah-masalah lainnya yang ada di kampung. Cerita orang-orang yang ada di kampung, ke mana perginya si anu, kerja apa, anaknya berapa dan seterusnya. Sesekali disela oleh pertanyaan-pertanyaan tentang tata letaknya.
"Lha kamu kok di pindah ke TPS 4 sini, pak Guru di TPS 3 siapa yang mbantu?" kata Jarot seorang pemuda kampung kami.
"Aku nggak minta kok. Itukan keputusan pak Ngali," jawab pak Trisno pegawai bank yang nampaknya sebagai salah satu pemuda yang trampil dalam hal pengelolaan TPS karena pengalaman pemilu sebelumnya.
Di TPS 3 menurut pak Trisno, panitianya terdiri dari sesepuh kampung yang tidak begitu gesit. Sementara urusan di TPS perlu orang-orang yang bisa kerja keras dan cepat. Terutama dalam penulisan Berita Acara setelah penghitungan suara yang katanya bakal rangkap 17. Kertas resmi yang disediakan bentuknya folio dan harus ditulis tangan secara manual.