Mohon tunggu...
Herry B Sancoko
Herry B Sancoko Mohon Tunggu... Penulis - Alumnus UGM, tinggal di Sydney

Hidup tak lebih dari kumpulan pengalaman-pengalaman yang membuat kita seperti kita saat ini. Yuk, kita tukar pengalaman saling nambah koleksi biar hidup makin nikmat.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Mengadili Pemimpin Siluman

2 Agustus 2014   13:53 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:37 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahwa calon-calon pemimpin itu bukan berasal dari dunia siluman. Pemimpin satunya menuduh bahwa saingannya itu setengah dhemit dan setengah thuyul. Kampanye hitam lalu dibalas oleh pemimpin satunya dengan balik menuduh bahwa saingannya adalah peranakan wewe gombel dan gendruwo. Jadi kedua-duanya sama-sama tidak jelas asal muasalnya. Para siluman kuatir, jika keduanya tidak jelas asal-usulnya bakal terjadi kekacauan. Kedua calon pemimpin tetap bersitegang bahwa merekalah yang paling siluman dan bukan cuma keturunan siluman. Kini semua sakit. Kampanye hitam dikira sebuah kebenaran. Isapan jempol benar-benar jadi jempol yang bisa diisap.

Para calon pemimpin dunia siluman itu saling tuduh merasa dicurangi. Mereka saling merasa bahwa tuduhan yang dilontarkan padanya tidak benar. Omong kosong dan kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif.

Tidak ada pihak yang bisa mengadili. Mana ada thuyul bisa mengadili wewe gombel? Mana ada gendruwo mengadili dhemit? Keduanya saling merasa benar. Yang tidak benar adalah kampanye hitam. Kampanye hitam itu dianggap sumber dari segalanya. Tapi menguak apakah yang kampanye-hitamkan itu benar atau tidak sangatlah mustahil. Wong namanya saja kampanye hitam. Mencari kebenaran kampanye hitam sama saja mencari siluman. Bukan sembarang siluman tapi raja dari segala raja siluman. Ketemu yang ini ternyata bukan. Ketemu yang itu ternyata bukan juga.

Para siluman pada resah. Karena semua jalan sepertinya sudah buntu. Dunia mereka yang gelap jadi tambah legam oleh kampanye hitam. Mereka berharap semua bisa menjadi terang benderang suatu saat. Tapi harapan itu kadang mereka tepis sendiri.

Mereka sudah terbiasa hidup di dunia gelap, mencari kebenaran di tempat terang bukan tabiat mereka. Amat tidak mungkin, ganjil dan di luar nalar pikiran sehat para siluman. Mana ada thuyul nyuri uang di supermarket saat siang? Mana ada gendruwo diterik matahari bergelantungan di pohon? Mana ada pocongan nakut-nakuti orang di siang bolong? Siluman mana yang mau kekonyolan itu? Bisa-bisa ditertawakan anak-anak. Dikasih nasi bungkus oleh orang desa karena dikira pengemis jalanan. Bisa hilanglah kewibawaan dunia siluman mereka yang terkenal menakutkan itu.

Mereka kini menantikan pemimpin yang benar-benar berani keluar dari dunia gelap mereka dan berdiri tegak di tempat terang. Tidak takut dicemoohkan. Tidak takut dilecehkan. Tidak takut dikira sinting. Tidak takut dianggap pahlawan kesiangan. Itulah pemimpin yang diharapkan oleh para siluman. Hanya pemimpin seperti itulah yang bisa mengurai benang kusut kehitaman mereka. Mengenalkan para siluman pada dunia terang.*** (HBS)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun