Mohon tunggu...
Yuhesti Mora
Yuhesti Mora Mohon Tunggu... Dosen - Pecinta Science dan Fiksi. Fans berat Haruki Murakami...

Menulis karena ingin menulis. Hanya sesederhana itu kok.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

"Cara Berpikir" Adalah Kemewahan yang Perlu dan Harus Siswa-siswi Nikmati dalam Pendidikannya (LOTS Versus HOTS)

25 Januari 2020   18:27 Diperbarui: 25 Januari 2020   18:37 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pada suatu malam, aku menyimak salah seorang adik---yang hendak menghadapi ulangan harian pada besok paginya---sedang menghafal isi buku teks. Ia terus melafalkan tiap-tiap kalimat yang ada di buku teksnya secara berulang-ulang. Dan dipastikan sebagian besar siswa juga mempersiapkan ujiannya juga dengan cara yang sama. Sebab saat itu aku terbayang semasa sekolah dulu, aku juga mempersiapkan ujian dengan cara yang sama persis. Seketika terbersit pertanyaan di benakku.

Sudah berapa lama waktu berlalu dari masaku sekolah hingga sekarang?

Kurikulum telah dirombak, direvisi untuk menyesuaikan zaman namun kenapa dalam prakteknya tidak banyak yang berbeda dalam sistem pendidikan kita?

Bahwa "Menilai seberapa hafalnya siswa" adalah masih menjadi penilaian yang utama. Bahwa siswa-siswi dinilai masih dengan standar tes yang sama.

Beberapa hari yang lalu ketika membereskan gudang, aku menemukan buku-buku catatan dan latihan semasa sekolahku dulu. Melihatnya kembali aku terkenang diriku di masa lalu yang demikian rajin mencatat, mengulang-ulang kembali pelajaran dan memperlakukan buku catatan tersebut seolah-olah ia adalah kitab sakti mandraguna. Sekarang apa yang telah aku tulis di sana nyatanya sudah banyak yang tidak relevan karena ilmu pengetahuan terus berkembang dan sebagian besarnya tidak lagi lekat dalam ingatan karena tergerus oleh waktu. Lalu apa yang tersisa di masa kini kira-kira? Nilai raport? Kenangan?

Ke mana larinya pengetahuan beratus-ratus lembar yang tertulis di buku catatan itu?

Apakah aku hanya membuang-buang waktu untuk itu?

Melihat lagi ke belakang, punya catatan yang bagus dan nilai-nilai latihan yang bagus dulu terasa begitu prestisius namun kenapa sekarang itu malah jadi terasa ganjil---terasa tidak relevan dan usang?

Ketika menjadi guru Fisika dan IPA di sekolah, aku juga mendapati perasaan ganjil yang sama. Apakah pelajaran Fisika dan IPA yang aku ajarkan tersebut hanya untuk dua atau tiga orang yang passion di bidang itu saja (Calon-calon guru atau dosen fisika atau IPA atau yang punya mimpi bekerja di bidang-bidang yang menuntut penguasaan Fisika dan IPA yang baik)?

Lalu bagaimana nasib 20an orang sisanya yang juga turut hadir di kelas tersebut? Sejujurnya mereka terpaksa hadir di sana karena... untuk lulus sekolah, tidak bisa tidak mengikuti semua mata pelajaran. Benar begitu kan?

Lalu aku sampai di titik ini: Apa poinnya menjadi guru Fisika untuk siswa yang bercita-cita menjadi seniman, enterpreneur, penyanyi, penari dan sebagainya? Tidak adakah alasan logis yang masuk akal yang bisa kutawarkan kepada mereka agar mereka tetap mengikuti pelajaran yang kuajarkan tanpa merasakan kesia-siaan nantinya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun