Mohon tunggu...
Uut63
Uut63 Mohon Tunggu... Dosen - Pendidik UPGRIS

Sebagai seorang pendidik (sejak 1981), saya selalu ingin meningkatkan kualitas diri. terutama sebagai pribadi Muslim, saya sangat interest dengan berbagai ajaran yang mengajak ke jalan kebaikan, dan keselamatan dunia akherat. Di setiap tatap muka dengan mahasiswa, saya juga selalu mengingatkan akan hal ini. Di usia yang tidak lagi muda, saya ingin selalu bisa menebar kebaikan. Mudah-mudahan tidak saja bermanfaat untuk diri saya sendiri, tetapi juga untuk orang lain. Saat ini, saya sedang ingin membuktikan talenta pemberian Allah yang tidak saya sadari. Membaca, menyimak (mendengarkan dan memcermati), kemudian menuliskannya. Sesekali saya masih suka bergabung dengan teman, sahabat untuk menyanyi. Sembari menunggu anugerah Allah untuk bisa segera menuntaskan studi S3, saya ingin melakukan apa saja hal-hal yang bermanfaat. Setidaknya ini merupakan salah satu bentuk syukur pada-Nya. Semoga Allah ridla.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Napak Tilas

5 Desember 2022   07:06 Diperbarui: 5 Desember 2022   07:14 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Assalamu'alaikum, Halo sahabat Kompasiana, selamat pagi,

Maaf, kemarin saya absen menyapa kalian. Kesal, tapi juga kesel. Pagi-pagi sudah diberitahu anak untuk bersiap, kami mau wisata ke Lereng Gunung Lawu. Semua sudah disiapkan termasuk ubarampe seandainya kami terpaksa harus bermalam. E..mendadak ada di antara anak-anak yang batal ikut. Shuuuut...semangat menikmati hijau-hijau, jadi lenyap. saya yang sudah bersiap, jadi lesu tak bertenaga. Padahal sudah saya bayangkan, setelah sejenak rehat dari kesibukan, saya akan bisa lanjutkan menggarap penelitian. Yah...apa boleh buat, hati yang kesal ternyata mudah juga membangkitkan letih, kesel! Akhirnya hanya anak kami ke-2 bersama keluarga kecilnya yang tetap memutuskan berangkat. Entah mereka  ke mana. Suami melanjutkan mimpinya di pulau kapuk, saya sendiri kembali ke rutinitas. melanjutkan meneliti. Minggu ini benar-benar menjadi hari melelahkan. Lelah Jiwa. bagaimana dengan kalian? Mudah-mudahan semua mendapatkan kebahagiaannya masing-masing ya. Yaa..Allah, sepiiii...tanpa Cucu yang merepoti kami.

Oh...ya Sobat, masih ingat artikel paling akhir. Yaa...tentang stroom kuat yang terus membangkitkan keinginan untuk menulis, menulis, dan menulis. Begitu kuat stroom sampai tak kuasa mengelak. Tuman dalam bahasa Jawa. 

Hari ini Senin, kita harus bersiap dengan energi baru. Hari pertama hari kerja, biasanya orang disibukkan dengan berbagai hal. Kembali bekerja dengan seragam kerja, kembali ke sekolah dengan seragam sekolah.  Saya sendiri masih harus berkutat menyelesaikan pembahasan. Menarik memang, kali ini salah memilih mengkaji kekuatan bahasa tokoh utama dalam Novel 'Di Balik Cadar Aisha'.  Tetapi keinginan untuk menyapa Sahabat kompasiana terus mengganggu. Akhirnya inilah saya. 

Semalam, mungkin maksudnya sebagai ganti batal refreshing ke lokawisata Gunung Lawu, salah satu anak kami berinisiatif kuliner keluar. Tujuannya napak tilas ke tempat-tempat kuliner yang dulu sering kami kunjungi sewaktu masih di rumah lama. Karena sudah Maghrib, anak kami memilih Masjid Baiturrahman di Simpang Lima untuk kami kunjungi, dan melaksanakan ibadah sholat maghrib di sana. Alhamdulillah, saya terpana dengan kemajuan luar biasa dari Masjid favourid keluarga kami. Renovasi yang dilakukan Pemerintah Provinsi luar biasa. Meski harus diakui, mungkin karena memang belum sepenuhnya rampung, di sana-sini masih terdapat onggokan material. Perawatan arena bebas tempat jamaah bersantaipun belum bisa dinikmati dengan nyaman. Kebetulan hujan, beberapa sudut Masjid yang berubah makin cantik inipun basah oleh terpaan air hujan. Sebagian malah memunculkan genangan-genang air  yang justru menjadi sasaran bermain anak-anak kecil berkecipak di palung-palung mini.  Kalau tidak hati-hati bisa terpeleset, jatuh. Saya jadi khawatir dengan suami yang jalannya sudah tertatih-tatih. syukurlah anak kami ada yang terus menyertai bapaknya.

Seperti di Istiqlal, kami parkir di basement karena arena di halaman masjid telah penuh. Untuk mencapai lantai tempat ibadah laki-laki tersedia Lift. Wah..mengagumkan. Saya sendiri memilih memutar menggunakan jalan sempit lorong menanjak. karena belum berkarpet, sayapun harus berhati-hati. Tiba di atas, wouw...pemandangan berubah. Ornamen dinding dan atap masjid bersalin rupa, kini semakin indah. Tapi sayang..., tunggu! Kemana ornamen Kaligrafi yang mengelilingi dinding atas maupun tempat pengimanan?! Ah...mungkin belum dipasang atau ditulis. Saya sholat di lantai keramik bercorak Marmer. Lagi-lagi belum sempurna, karena karpet yang biasa digelar tidak ada. Jadilah saya bersujud di lantai yang anyes. Oh...ya, tempat wudlunya menjadi area wudlu terbuka. Berseberangan antara teras yang basah karena injakan kaki Jamaah menuju masjid, dengan kolam air yang sangat luas. Anak-anak kecil pastilah suka di area ini. Tempat wudlunya seperti di masjid-mas di Masjidil Haram. Sayangnya, tempat bersuci waniata yang dibuat sama persis dengan arena wudlu pria ini terlalu terbuka.  Bagi sebagian Jamaah Wanita i ni bisa membuatnya risih. 

Setelah kami semua selesai, kami kembali keluar melewati lorong. Di mobil kami bernegoisasi mau kemana makan. Tunggu nanti.. saya lanjutkan ya?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun