Mohon tunggu...
Hanifa Paramitha Siswanti
Hanifa Paramitha Siswanti Mohon Tunggu... Penulis - STORYTELLER

Penikmat kopi pekat ----- MC, TV Host, VO Talent ----- Instagram: @hpsiswanti ----- Podcast Celoteh Ambu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kalau Sandal Bisa Ngomong

11 Juni 2020   14:24 Diperbarui: 11 Juni 2020   14:46 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: jatimaktual.com

"Hah? Penyakit apa? Jadi aku dibuang ke tempat sampah karena penyakitan? Aduh.. pasti karena lingkunganku nggak sehat nih," Jepita mulai panik.

"Eh..eh bukan itu maksudku. Jadi ada nih suatu penyakit manusia. Dia tuh muncul karena kurangnya kepekaan dan rasa bersyukur. Namanya penyakit iri hati," jawab Belle kalem.

"Maksud kamu?" tanya Jepita bingung.

"Iya. Iri hati. Itu kan penyakit khas  manusia," sahut Belle.

Jepita mengerjapkan matanya.

"Kamu nggak pernah tahu kehidupanku yang sebenarnya kayak gimana. Kamu hanya melihat sekilas, menebak dan berasumsi, kemudian iri dengan asumsi tersebut. Kamu mau tahu kehidupanku kayak apa?" ujar Belle dengan mimik yang mendadak serius.

"Mau dong!" ucap Jepita berbinar.

"Sebagai sandal mahal, aku amat disayang oleh pemilikku. Saking sayangnya, aku selalu dipakainya kemanapun. Termasuk ke pasar setiap pemilikku ingin jajan cilok, cimol, sampai cireng bumbu. Pemilikku adalah orang rendah hati. Jarang sekali dia main  ke mal. Kalau nggak ke pasar ya ke hutan kota buat menyalurkan hobi memotret," papar Belle.

"Lalu?" Jepita penasaran.

"Kulit tubuhku terbuat sangat eksklusif, sehingga nggak bisa beradaptasi dengan lingkungan yang sering dikunjungi pemilikku. Aku nggak setangguh si Uprit dan Tomas. Mereka sandal jepit biasa kayak kamu yang dipakai dua pembantu di rumah pemilikku. Kami sering bertukar cerita setiap malam. Aku lebih sering mendengar sih," cerita Belle.

"Kayak apa cerita mereka?" Jepita bertanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun