Mohon tunggu...
H. Alvy Pongoh
H. Alvy Pongoh Mohon Tunggu... Konsultan - Traveller & Life Learner

I am a very positive person who love to do the challenge things and to meet the new people. I am an aviation specialist who love to learn, share, discuss, write, train and teach about aviation business and air transport management.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

“Mengapa Rupiah Sengaja Dibiarkan Melemah?”

30 Juli 2013   13:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:50 2045
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Mengapa Rupiah Sengaja Dibiarkan Melemah?”

Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS yang ditransaksikan antar bank di Jakarta pada Selasa pagi ini (30/07) kembali melemah sebesar 20 poin menjadi Rp. 10.285,- dibanding sebelumnya di posisi Rp. 10.265,-. Pada minggu lalu (22-26/07) kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia (BI) mencatat median rupiah berada di Rp. 10.263,- per Dollar AS, dengan pergerakan harian di kisaran Rp. 10.212 – Rp. 10.314,- per Dollar AS. Sedangkan Bloomberg mencatat Rupiah berada di Rp. 10.316,- dengan pergerakan harian di kisaran Rp. 10.260 – Rp 10.330,- per Dollar AS.

Trend penurunan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS ini sebenarnya sudah terjadi sejak bulan lalu, dimana tanggal nilai tukar Rupiah menjadi Rp. 9.955,- per Dollar AS (18/06). Yang merupakan level terendah nilai tukar Rupiah sejak 14 September 2009. Hingga pada 21 Juni 2013 Rupiah pun kembali melemah ke level Rp.10.033,- per Dollar AS. Trend melemahnya Rupiah kembali terlihat pada pertengahan bulan Juli di posisi Rp.10.050,- (16/07) selanjutnya meningkat ke Rp.10.125,- (17/07), dan menjadi Rp.10.250,- (18/07).

Sehubungan dengan melemahnya Rupiah ini, kemarin (29/07) Presiden Republik Indonesia (RI) Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta masyarakat dan pelaku ekonomi agar tidak panik. Menurut Presiden SBY kondisi makro ekonomi Indonesia saat ini masih kuat. Tidak hanya mata uang Rupiah saja yang melemah terhadap Dollar AS, tapi beberapa negara juga mengalami pelemahan mata uangnya terhadap Dollar AS.  Namun Presiden SBY juga mengatakan terdapat sejumlah persoalan ekonomi yang perlu dijaga, antara lain: neraca pembayaran yang defisit serta kebutuhan Dollar yang meningkat.

Hal senada disampaikan juga oleh Menteri Keuangan RI, Chatib Basri  (25/07) yang meminta masyarakat tidak perlu panik melihat pelemahan Rupiah terhadap Dollar AS oleh Yield Indonesia sudah mulai mengalami penurunan dari 8,3 ke 7,8 bahkan sempat 7,4 yang artinya bahwa asing sudah mulai masuk ke Indonesia lagi. Selain itu depresiasi Rupiah sekitar 3,4% tidak lebih buruk dari mata uang negara lain termasuk Rupee India dan Yen Jepang sehingga depresiasi Rupiah masih “in line” dengan pergerakan regional.

Mendukung pernyataan Menteri Keuangan RI tersebut, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo (25/07) mengatakan bahwa nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS saat ini sedang mencari keseimbangan (ekuilibrium) baru.  Menurut Agus apabila nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS lebih lemah dari Rp. 10.000,- hal ini sudah pernah terjadi di tahun 2001, 2005 dan 2008. Agus juga mengatakan saat ini kondisi ekonomi dunia harus diwaspadai karena mempengaruhi perekonomian dalam negeri dimana harga sejumlah komoditas ekspor yang menurun juga berpengaruh terhadap harga ekspor Indonesia yang turun 12%.

Menanggapi pelemahan Rupiah terhadap Dollar AS (2507) mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla (JK) mengatakan bahwa nilai tukar Rupiah yang tembus diatas Rp. 10.000,- justru bagus karena bisa mendorong naiknya nilai ekspor dan mengurangi impor Indonesia. Menurut JK bahwa tidak apa-apa bila nilai tukar Rp. 10.000,- sampai Rp. 12.000,- per Dollar AS karena ekspor akan bagus. Apabila nilai tukar Rupiah terlalu kuat terhadap Dollar AS membuat nilai impor terlalu banyak dan akan membuat defisit neraca perdagangan.

Menurut ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Ahmad Heri Firdaus (06/07) bahwa Indonesia sudah kehilangan budaya surplus perdagangan, oleh karena hampir sepanjang sejarah Indonesia merdeka sejak 1962 sampai 2011, Indonesia selalu mencatatkan surplus neraca perdagangan. Tapi budaya tersebut hilang sejak Semester Kedua tahun 2011 hingga sekarang ini.  Data Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa sepanjang tahun 2012 Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan senilai 1,6 milyar Dollar AS. Defisit tersebut makin menggelembung pada tahun 2013, dimana pada 5 bulan pertama (Januari-Mei) Indonesia sudah mengalami defisit sebesar 2,5 milyar atau sudah melebihi jumlah defisit perdagangan sepanjang tahun 2012.

Melihat fakta-fakta diatas dan pernyataan-pernyataan pejabat, mulai dari Presiden, Menteri Keuangan, Gubernur BI dan hingga mantan Wakil Presiden, maka dapat disimpulkan bahwa: “Pemerintah RI dan Bank Indonesia memang secara sengaja membiarkan pelemahan Rupiah terhadap Dollar AS”, dalam rangka “penyelamatan dan perbaikan neraca perdagangan Indonesia” yang saat ini “defisit” agar kembali menjadi “surplus”.  Oleh karena dengan nilai tukar Dollar AS yang “kuat” terhadap Rupiah akan dapat mendorong dan meningkatkan volume serta nilai ekspor nasional dan sebaliknya juga akan dapat menekan serta menurunkan volume dan nilai impor nasional.

Pemerintah RI tentunya berharap dengan strategi pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS ini akan dapat meminimalkan nilai defisit neraca perdagangan yang dialami Indonesia selama 2 tahun terakhir serta menjaga perekonomian nasional dari dampak penurunan ekonomi global dan regional yang terjadi saat ini.  Memang aneh di negeri yang sangat kaya dengan sumber daya alam dan sumber daya manusia ini, bila kemudian ternyata harus mengimpor bahan-bahan pangan dari luar negeri, yang kemudian dijual di pasar domestik dengan harga yang lebih tinggi dari harga jual di negara lain. Semoga Indonesia kembali berjaya sebagai negara pengekspor dan menikmati kembali budaya surplus neraca perdagangan, agar cita-cita kemerdekaan menuju masyarakat yang adil dan makmur dapat segera tercapai. Semoga...



Oleh: Hentje Pongoh, SE, MM / Chairman HP Institute


Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun