Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Cerpenis.

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG @cerpen_sastra, Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen (Pulpen) Kompasiana, Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (Kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), dan Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (Indosiana). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Pelajaran Menggambar

5 Februari 2023   02:13 Diperbarui: 5 Februari 2023   02:18 1765
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar sawah, sumber: Wikipedia.org

Air terjun mengalir deras dari puncak tebing. Tiga anak kecil yang bermain-main di antara tumpukan bebatuan, tampak menciprat-cipratkan air dengan kakinya. Seorang bapak tertawa riang. Ada gadis yang sedang mencelupkan wajah ke dasar kolam. Rindangnya hijau dedaunan dan pohon perdu-perduan menambah keasrian.

Bu Guru Marni berkeliling dan melongok sebentar gambar anak laki-laki yang duduk paling depan.

"Wah! Enak juga ya kalau Ibu ke desamu. Sepertinya air terjun di sana menyegarkan," katanya sembari mengelus-elus kepala anak itu. "Bagus gambarmu. Lanjutkan!"

Anak yang dipuji gambarnya itu tersenyum. Dadanya mengembang. Lelahnya belajar sepanjang hari pudar karena hatinya sudah dibesar-besarkan.

Tak jauh duduk di belakangnya, seorang murid perempuan tampak sudah tuntas menyelesaikan gambarnya. Guratan sinar berwarna ungu kemerah-merahan menghiasi langit senja. Seorang nelayan melabuhkan perahu. Deburan ombak menghempas batu karang di pinggir pantai. Tampak matahari setengah tenggelam di ujung laut sana. Bentangan pasir putih terserak begitu saja, menjadi tempat kelomang-kelomang dalam cangkang bebas berjalan-jalan.

"Gambarmu tidak kalah bagus, Nak. Kamu suka main ke pantai ya?"

Tampaknya pertanyaan itu spontan keluar dari mulut Bu Guru Marni lantaran murid perempuan di depannya memang hitam kulitnya. Seperti banyaknya keberadaan orang pesisir.

"Iya, Bu," jawab murid perempuan itu lirih. Ia menundukkan kepala. Ia tak memperlihatkan wajahnya yang begitu senang karena mendapat belaian lembut tangan Bu Guru di rambut panjangnya.

"Ayo, yang lain, semangat ya, menggambarnya."

Detik ke menit beralih begitu saja. Waktu terasa sangat cepat. Beberapa anak yang sudah menuntaskan gambarnya lekas mengumpulkan buku gambar ke meja Bu Guru untuk dinilai. Marsih yang duduk di pojok belakang kelas masih tak yakin untuk mengumpulkan gambarnya.

"Apakah saya bisa mendapat nilai bagus? Bagaimana dengan gambar ini? Sepertinya tidak seindah teman-teman lain. Ah! Apakah saya harus mengganti gambar dengan yang baru? Tapi, saya tak pandai berimajinasi. Hanya pemandangan ini yang saya lewati setiap hari." Meskipun masih kecil, begitu rumit pertanyaan-pertanyaan yang tertumpuk di benaknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun