Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG (@cerpen_sastra), Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen di Kompasiana (@pulpenkompasiana), Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (@kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (@indosiana_), Pendiri Tip Menulis Cerpen (@tipmenuliscerpen), Pendiri Pemuja Kebijaksanaan (@petikanbijak), dan Pendiri Tempat Candaan Remeh-temeh (@kelakarbapak). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Pelajaran Menggambar

5 Februari 2023   02:13 Diperbarui: 5 Februari 2023   02:18 1801
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Matahari tampak malu-malu keluar dari sela-sela celah gunung kembar. Langit biru begitu bersih nan cerah, menjadi tempat terluas bagi dua ekor burung yang terbang mengepakkan sayap. Hamparan bakal-bakal padi tumbuh dengan subur di sawah yang terpisah oleh petakan jalan panjang. Sebuah rumah gubuk berdiri di tengah dengan pohon besar di belakangnya. Tampak pak tani berbekal serbet di pundak, mengayunkan cangkul ke tanah.

"Ayo anak-anak, sekarang saatnya kita menggambar," ucap Bu Guru Marni sesaat setelah memasuki ruang kelas.

Suasana di luar panas menyengat. Bu Guru Marni memang kedapatan mengajar di akhir jam pelajaran sekolah, lantaran sudah ditimbang dengan cermat, agaknya murid-murid akan sukar berpikir jernih jika belajar mata pelajaran sulit saat jam-jam mengantuk.

Belum berapa lama seusai Bu Guru Marni menuntaskan gambarnya di papan tulis hitam, anak-anak kelas 3 SD yang diajarnya serempak membuka tas. Tangan-tangan mungil mereka mengambil pensil kayu, krayon warna, karet penghapus, buku gambar tentunya, tak lupa alat rautan.

"Apa yang akan kita gambar, Bu Guru?" salah seorang anak bertanya setelah mengacungkan tangan.

Bu Guru Marni menunjuk papan tulis hitam di depan kelas. 

"Gambar saja pemandangan di desamu, Nak. Itu contohnya ya. Bisa dilihat, itu ada gambar sawah di kaki gunung pada pagi hari."

Barangkali Bu Guru Marni tak tega memberatkan murid-muridnya lelah berpikir sekadar untuk menggambar. Tentunya, pemandangan di desa masing-masing sangatlah mudah digambar lantaran setiap hari, itulah jalur yang mereka lalui ketika hendak bersekolah di SD di kota ini. Ya, semua murid yang hadir di kelas adalah anak-anak yang datang dari desa-desa di sekitar kota.

"Ayo, kita mulai!" Bu Guru Marni memberi instruksi. 

Wajah-wajah anak yang lelah dan ingin pulang ke rumah lekas beralih pada secarik kertas gambar di atas meja. Satu dua anak mencorat-coret sketsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun