Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Cerpenis.

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG @cerpen_sastra, Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen (Pulpen) Kompasiana, Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (Kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), dan Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (Indosiana). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Gunting Bandara

29 November 2021   19:30 Diperbarui: 29 November 2021   19:57 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gunting, sumber: sheikyermami.com via tribbunnews

Aku tidak bisa bayangkan ia bisa berpikir bahwa benda tajam miliknya itu sanggup menusuk kencang dan mengarah tepat pada lambung dalam perut orang yang membuatnya begitu kesal. 

Aku tidak bisa bayangkan ia memilih menjadikan benda tajam yang selalu dibawanya ke mana-mana itu kotor, memerah, dan berbau amis. 

Apa tidak ada sedikit pun ketakutannya masuk penjara? Aku berusaha mencegah, tapi ia terus berkilah. Katanya, semua itu demi diriku. Demi keluargaku. Terlebih lagi demi dirinya. Demi segala hal yang terus membayanginya.

Bandara ini penuh sesak. Dari kejauhan tempatku duduk menunggu di ruang tunggu, aku melihat orang-orang sudah mengantre, mengular, membentuk barisan panjang, padahal waktu keberangkatan pesawat masih lama. 

Sekitar pintu masuk menuju lorong ke dalam pesawat berisik. Tiga orang petugas berbaju batik berwarna biru sibuk menatap komputer. Satu di antaranya mengelap dahi dengan sapu tangan. Beberapa orang di dekat mereka kutangkap bicara dengan nada mengeluh. Aku pun sebetulnya sangat layak mengeluh. Tapi kurasa, ketika kugunakan hakku mengeluh dan keluhan bertemu keluhan, masalah tidak bisa selesai. Istriku sudah lebih dahulu mengeluh sejak kami berangkat dari rumah.

Istriku, yang kupilih menemani hidupku karena cantik parasnya dan tinggi badannya, sekarang sudah melebar di mana-mana dan sangat mudah sensitif. Sekali dinasihati, gampang sekali tidak terima. Ada saja argumennya untuk menolak dan merasa diri paling benar. Dari logika masuk akal sampai cerita khayalan terus melompat dalam kata-kata dari bibirnya.

Aku baru tahu, ternyata ia begitu mudah percaya cerita-cerita takhayul setelah kami tinggal serumah. Salah satunya, selama perutnya yang membengkak itu, ia tidak membolehkanku bekerja di depannya. Ia tidak mau melihat aku menggunting rambut orang-orang terutama rambutku sendiri. Ia tidak suka itu! Katanya, darah dagingku akan terlahir cacat.

Aku pun tidak mengira ia akan mengambil gunting-guntingku dan menyimpannya entah di mana. Satu yang kuketahui masih ada hanyalah yang sekarang tampak menyembul dari celana panjang hitamnya. Gunting ukuran sedang dengan pegangan berwarna cokelat. Gunting dengan kekuatan yang mampu mengalahkan segala ketakutan. Gunting yang katanya bisa mengusir roh-roh jahat.

"Kamu tidak bisa bawa gunting itu!" kataku pada istriku di sampingku selepas memilih baju untuk persiapan menginap beberapa hari. Aku lihat mukanya kesal sekali. Ia terus membuat keriput kulit-kulit wajahnya. Tiba-tiba tampak tua.

"Bagaimana bisa, Mas? Mas tidak tahu apa? Siapa yang jamin dalam pesawat itu tidak ada jin? Siapa yang tahu semua roh di sana baik-baik saja? Siapa yang bisa bantu saya usir mereka?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun