Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Cerpenis.

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG @cerpen_sastra, Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen (Pulpen) Kompasiana, Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (Kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), dan Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (Indosiana). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Gunting Bandara

29 November 2021   19:30 Diperbarui: 29 November 2021   19:57 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gunting, sumber: sheikyermami.com via tribbunnews

Setelah menutup telepon ibu, aku lekas menarik tangan istriku. Aku mengajaknya duduk sebelum emosi orang-orang sampai pada puncak. Lagi pula, kulihat istriku sudah meraba saku celana. Tangannya seperti hendak mengambil gunting. Kurasa jika aku tidak cepat mendekatinya, peristiwa kekerasan terjadi.

Aku mencoba lagi berkata hal yang kurasa mustahil. Tapi, itu lebih baik daripada orang-orang memukulinya. Terlebih lagi petugas keamanan sudah mengamati dari kejauhan.

"Dek, kita doa saja. Kita minta tolong Yang Kuasa melindungi. Tidak ada hubungannya jin takut sama gunting. Ibu dari tadi sudah telepon. Kita harus berangkat sekarang!"

"Tapi, Mas, tapi..."

"Ini semua demi darah daging kita. Bagaimana kalau..."

Aku memeluk tubuh istriku. Aku merasakan denyut jantungnya berdetak cepat. Aku merasakan tubuhnya basah kuyup penuh keringat. Aku mendengar desahan napasnya masih penuh emosi. Dalam hati, aku berharap ia dengar permintaanku. Ibu tidak bisa lama-lama menunggu. Aku terus berdoa.

Antrean sudah sepi. Sebagian penumpang sudah masuk pesawat. Tinggal kami dua tersisa. Tiba-tiba, istriku mengajakku berdiri. Aku mengikuti dari belakang. Aku melihat ia melepas sarung tangan. Ia mengambil gunting dari saku celana lantas memasukkannya ke dalam kotak di dekat pintu deteksi.

Aku begitu bersyukur, ia melakukan apa yang kuinginkan. Aku senang, ia masih mempertimbangkan dan mau memikirkan keluargaku. Ia sudah mencoba berani melawan ketakutan dari cerita takhayul itu.

Kupikir, aku bisa terus bersyukur dan bersyukur. Namun, selepas kami tiba di kampung, secepat kilat istriku mengajakku mampir ke toko kelontong di luar bandara. Ia membeli sebuah gunting untuk disimpan di saku celana.

"Saya tidak bisa jamin, Mas, di rumah ibu tidak ada jin. Ini semua demi anakmu!"

Aku geleng-geleng kepala. Istriku, oh, istriku!  

...

Jakarta, 

29 November 2021

Sang Babu Rakyat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun