Sukacita meluap dalam diri saya siang ini. Betapa hati terasa hangat melihat tangkapan layar Kompasiana. Saya begitu bersyukur, boleh mendapat kehormatan untuk bersanding dengan para penulis fiksi yang dijagokan dalam Kompasiana Awards 2021.Â
Ada Pak Indra Rahadian, Pak Zaldy Chan, Pak Pical Gadi, dan Bung Abdul Hama. Keempat nomine tersebut tentu punya karya berkualitas dan beroleh hati pembaca sehingga memperoleh dukungan Kompasianer.
Kualitasnya juga terbukti apik di mata Admin Kompasiana. Admin meloloskan dan memberi tempat sebagai calon penerima penghargaan. Saya berterima kasih ada di antara mereka.
Cinta kepada bahasa Indonesia
Awal mula saya bergabung di Kompasiana tercatat 16 Mei 2020. Kurang lebih satu setengah tahun di sini. Bersama ini, ada 757 artikel dan 9 buku terbit (6 antologi cerpen tunggal, 1 antologi puisi tunggal, dan 2 tip menulis cerpen).
Saya menyadari bahwa kekuatan cinta memampukan saya bertahan menulis sejauh dan sebanyak ini. Saya tergerak dan terbeban untuk turut serta melestarikan bahasa dalam setiap tulisan.
Saya sangat bangga, Indonesia adalah salah satu negara yang punya bahasa sendiri. Banyak kosakata indah beserta maknanya perlu saya pelajari dan biasakan mencintainya dengan mengalirkan lewat tulisan.
Menyajikannya pun sebisa mungkin sesuai kaidah (tidak menutup kemungkinan ada kesalahan). Saya tidak mau mengecewakan pembaca. Betapa sayang, mereka sudah meluangkan waktu. Saya harus berikan yang terbaik.
Meluapkan dalam sastra
Ketertarikan kepada bahasa lebih lagi saya curahkan dalam sastra. Saya memilih cerpen dan fokus belajar tentangnya. Saya pribadi memang suka bercerita.
Dalam cerpen, saya juga tertolong untuk meluapkan emosi. Akhir-akhir ini, saya memberi perhatian lebih kepada mitos atau kepercayaan populer yang sudah ada di masyarakat (semoga tidak menjadi "pernah").
Saya tergerak menuliskannya dalam cerita. Soal bagaimana gigi tanggal harus dibuang ke mana, perkara anak perempuan jangan duduk di depan pintu, tentang seseorang yang akan meninggal sesaat setelah ada yang meninggal (seperti menyusul), dan seterusnya.
Saya rindu mengabadikan itu dalam cerpen. Barangkali dunia sekarang dengan segala kemajuan dan daya kritisnya bisa perlahan menyingkirkan itu. Cerpen saya adalah pengabadian bahwa mitos ada dan jadi bagian dalam kehidupan masyarakat. Generasi ke depan dan anak cucu semoga tetap tahu.
Memandang Kompasiana Awards 2021
Jujur, saya melihat Kompasiana Awards sebagai penghargaan berkualitas. Tidak sembarang orang bisa menyabet. Sematan nama Kompasiana ada di sana. Saya sangat ingin mendapatkannya.
Namun, secara pribadi, saya berharap, apabila memang karya saya di antara para nomine kurang layak atau kalah kualitas, mohon Kompasianer jangan pilih saya. Saya tidak mau menurunkan kualitas penghargaan itu.
Pada dasarnya, saya akan tetap menulis dengan ada atau tidak penghargaan. Perihal penerimaan K-Rewards, tidak lagi jadi soal bagi saya. Sekali lagi, saya tidak sanggup menyembunyikan cinta saya kepada bahasa dan sastra Indonesia.
Terima kasih untuk dukungan para Kompasianer. Terima kasih dari lubuk hati saya terdalam. Doa saya, semoga kita semua sehat selalu sehingga dapat terus berkarya dan jadi manfaat bagi para pembaca.Â
Salam literasi. Salam takzim.
...
Jakarta,
17 November 2021
Sang Babu Rakyat