Saya tergerak menuliskannya dalam cerita. Soal bagaimana gigi tanggal harus dibuang ke mana, perkara anak perempuan jangan duduk di depan pintu, tentang seseorang yang akan meninggal sesaat setelah ada yang meninggal (seperti menyusul), dan seterusnya.
Saya rindu mengabadikan itu dalam cerpen. Barangkali dunia sekarang dengan segala kemajuan dan daya kritisnya bisa perlahan menyingkirkan itu. Cerpen saya adalah pengabadian bahwa mitos ada dan jadi bagian dalam kehidupan masyarakat. Generasi ke depan dan anak cucu semoga tetap tahu.
Memandang Kompasiana Awards 2021
Jujur, saya melihat Kompasiana Awards sebagai penghargaan berkualitas. Tidak sembarang orang bisa menyabet. Sematan nama Kompasiana ada di sana. Saya sangat ingin mendapatkannya.
Namun, secara pribadi, saya berharap, apabila memang karya saya di antara para nomine kurang layak atau kalah kualitas, mohon Kompasianer jangan pilih saya. Saya tidak mau menurunkan kualitas penghargaan itu.
Pada dasarnya, saya akan tetap menulis dengan ada atau tidak penghargaan. Perihal penerimaan K-Rewards, tidak lagi jadi soal bagi saya. Sekali lagi, saya tidak sanggup menyembunyikan cinta saya kepada bahasa dan sastra Indonesia.
Terima kasih untuk dukungan para Kompasianer. Terima kasih dari lubuk hati saya terdalam. Doa saya, semoga kita semua sehat selalu sehingga dapat terus berkarya dan jadi manfaat bagi para pembaca.Â
Salam literasi. Salam takzim.
...
Jakarta,
17 November 2021
Sang Babu Rakyat