Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Cerpenis.

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG @cerpen_sastra, Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen (Pulpen) Kompasiana, Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (Kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), dan Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (Indosiana). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Usaha-usaha Kecil dan Nyata Penulis dalam Menjunjung Bahasa Persatuan

28 Oktober 2021   19:44 Diperbarui: 28 Oktober 2021   20:30 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia, sumber: tribbunnews via Kompastv

Seperti cara menyajikan kata ulang, penggunaan huruf kapital, peletakan tanda baca, penulisan kalimat langsung dan tidak langsung, dan seterusnya.

Ada upaya

Saya tidak menampik, kita sebagai penulis sedikit repot memenuhi ketiganya. Kalau sumbernya, langsung saja rujuk ke kitab kebanggaan penulis (baca: KBBI) dan PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia).

Masalah soal tambahan waktu, saya yakin, kita bisa memenuhi. Menulis itu butuh ketenangan. Kemungkinan besar tidak ada yang terburu-buru. Mengeluarkan opini secara sistematis perlu hati-hati.

Kalau niat, bisa pasti, membaca sumber itu untuk mendukung penggunaan bahasa yang benar. Apalagi, merasa bahwa tulisannya akan dibaca banyak orang.

Sudah tentu, menjadi malu jika salah-salah. Apalagi jika pembaca meniru yang salah itu. Salahnya menjadi efek domino. Menyajikan yang benar sama saja berusaha menjunjung bahasa Indonesia.

Sedikit risiko

Pada sisi lain, harus diakui, bahasa-bahasa baku dan padanan kata yang baru-baru terbit terasa kurang familier di mata pembaca. Lebih tenar mana, personal branding atau penjenamaan diri? 

Lebih sering muncul personal branding, bukan? Tulisan kita barangkali berpotensi lebih sedikit dilirik karena menggunakan bahasa kurang populer. Tidaklah apa menurut saya. Justru inilah, saat tepat untuk memopulerkannya lewat tulisan.

Akhir kata...

Mari, para penulis (lingkup kecil: Kompasianer), kita sama-sama menjunjung bahasa persatuan. Gunakanlah sesuai kaidah dan terus menenarkannya di hadapan para pembaca.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun