Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Cerpenis.

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG @cerpen_sastra, Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen (Pulpen) Kompasiana, Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (Kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), dan Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (Indosiana). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Hari Pertama Lamin di Ibu Kota

25 Oktober 2021   13:35 Diperbarui: 25 Oktober 2021   15:46 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ibu kota, sumber: Kompas/Priyombodo

Tangan kanan bocah itu menguncup dan ia menggerakkannya ke arah mulut. Ia memberi isyarat, sedang cari uang untuk makan. Lamin masih memandangnya. Tiba-tiba ia teringat wajah anaknya.

Sebetulnya, dengan berita penjualan anak yang diketahuinya, Lamin bersikukuh untuk tidak mudah tersentuh dengan setiap anak yang berwajah dekil dan seperti orang kesusahan. Mereka bekerja bukan untuk dirinya, bukan pula untuk mencari sesuap nasi. Lamin tahu, uang yang akan diberikannya pasti disetorkan ke bos mereka. Bocah-bocah itu hanya sebagai budak pekerja.

Tetapi, wajah anaknya yang terus terbayang, membuat Lamin tak tega membiarkan bocah itu terus bernyanyi tak karuan. Apalagi, ia melihat bocah itu berlari di aspal jalan siang hari, yang tentu sangat panas karena terik matahari, semakin bertambah terasa panas karena kakinya telanjang tanpa sepasang sandal.

Lamin mengambil beberapa potong roti dari kotak roti yang tergeletak di sampingnya. Awalnya, roti itu ia bawa sebagai oleh-oleh untuk bosnya di ibu kota. 

Ia memasukkan roti-roti itu ke dalam sebuah kantung kresek hitam, lantas memberikan ke bocah. Ia tidak memberi uang, karena yang diminta bocah hanyalah makanan. Ia juga tidak mau, jika uang yang diberikan nanti malah berubah jadi rokok untuk bos si bocah itu.

Tidak hanya bocah perempuan itu. Pada lampu lalu lintas berikutnya, ketika taksi berhenti lagi, kali ini giliran bocah laki-laki dengan tubuh sedikit lebih pendek, tiba-tiba datang membawa sebuah lap kecil dan alat semprotan di tangan. Kakinya berjinjit dan tangannya terlihat ingin menggapai kaca depan taksi.

Sopir taksi menggerakkan telapak tangan ke arahnya, memberi pertanda ingin menolak. Tetapi, tetap saja, bocah itu ngotot membersihkan kaca taksi.

Dari kursi belakang, Lamin terdiam sejenak. Ia menegakkan punggung. Ia membesarkan bola mata. Ia mengamati benar wajah si bocah. Tiba-tiba terdengar suara sesenggukan. Lamin keluar dari taksi.

...

Jakarta

25 Oktober 2021

Sang Babu Rakyat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun