Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Cerpenis.

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG @cerpen_sastra, Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen (Pulpen) Kompasiana, Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (Kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), dan Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (Indosiana). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Cinta dalam Setangkai Es Goyang

24 Oktober 2021   14:52 Diperbarui: 24 Oktober 2021   14:59 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gadis itu baru saja selesai makan. Belum sampai hitungan semenit lalu, giginya sudah kembali bersih, sehabis begitu cermat ia mencungkil sisa-sisa daging dengan tusuk gigi yang selalu sedia ia bawa dalam tas merahnya. Tidak lupa, ia mengambil beberapa helai tisu, menatap muka di depan cermin kotak kecil yang tergantung di sebelah tempat duduknya, lantas memastikan sekeliling bibirnya yang bergincu merah muda bersih tiada noda. 

Namun, seperti biasa, ia merasa ada yang kurang. Tidaklah pernah menjadi lengkap, setiap menu makanannya, jika tidak diakhiri dengan sesuatu yang selalu saja dibelinya, meskipun jaraknya jauh, bahkan terbilang sangat jauh. Ia bangkit berdiri, melangkah cepat keluar ruangan, membuka pintu, lantas memanggil.

"Pak, seperti biasa," kata gadis itu dalam isyarat jari-jari tangannya. Ia menunjukkan telunjuk dan jari tengah secara bersamaan, setelah itu lima jari pun serempak, kepada seorang pria berbaju hitam, berkacamata cokelat, yang sedang menyandarkan tubuh di samping pintu mobil. Sodri lekas mengangguk.

Sodri sebetulnya sudah tahu kebiasaan tuannya. Tetapi, ia tentu tidak berani bergerak, kalau-kalau tidak ada perintah. Setiap pukul satu siang, ia harus memastikan dua es goyang rasa cokelat dan lima es goyang rasa strawberry sampai ke tangan tuannya. 

Gadis itu kembali ke dalam ruangan. Ia mengambil kuas dan menyapukannya pada cat berwarna hijau. Setelah beristirahat tadi, ia kembali melakukan rutinitas melukis di galeri tempatnya berlatih. Kali ini letaknya sangat jauh dari rumah, karena pemilik galeri langganannya sedang berlibur ke luar kota. 

Sementara, gadis itu tetap harus melukis, dan ia hanya bisa melukis ketika ada seseorang di sampingnya memberi masukan seputar kualitas lukisannya. Ia merasa harus melukis setiap hari, karena hanya melukislah yang bisa mengobati sesuatu yang selalu berkecamuk dalam dirinya.

Sodri bergegas masuk ke mobil. Ia melihat jam tangan, menghidupkan ponsel, dan mencari jalan tercepat untuk sampai ke sebuah taman, lewat jalur pergi pulang, sebelum pukul satu siang. Ia mengerutkan kening, tampak berpikir, seusai melihat jalanan serempak berwarna merah pada tampilan layar ponsel, pertanda sedang macet di sana sini. Maklumlah, jam makan siang, tentu orang-orang berkeliaran mencari makan.

Sebagai orang yang baru beberapa minggu bekerja, Sodri belum banyak tahu tentang keluarga majikannya. Masih banyak peristiwa yang menurutnya terasa aneh, baik di rumah maupun dalam pikiran majikannya. Mengapa harus es goyang yang selalu menjadi makanan pencuci mulut? Tidak adakah menu lain yang bisa menggantikan? Mengapa pula harus es goyang si Jamin, yang dijual hanya di taman itu?

Sudah tahu lokasi galeri sekarang sangat jauh, masih tega majikan menyuruhnya pergi. Tetapi, apa lacur. Sodri hanyalah seorang babu. Sodri tidak boleh banyak bertanya dan memang tidak pantas bertanya. Lagipula jika bertanya, ia ragu, akan mendapat jawaban memuaskan.

Sebuah kertas gambar putih dan bersih tergeletak di atas meja. Perlahan, gadis itu mengayunkan kuas. Sebelum ia makan tadi, sudah tergambar sebuah sketsa, yang selalu saja menjadi pertanyaan orang-orang yang mendampinginya. Tidak pernah berubah, hanya gambar itu, dan terus gambar itu, tanpa ada variasi bentuk dan warna. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun