Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Cerpenis.

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG @cerpen_sastra, Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen (Pulpen) Kompasiana, Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (Kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), dan Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (Indosiana). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Abstrak Cerpen itu Haruskah Ada?

4 Oktober 2021   19:19 Diperbarui: 4 Oktober 2021   19:34 1262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menulis abstrak cerpen, sumber: serc.carleton.edu via republika

Bagi kita yang biasa membuat karya tulis ilmiah atau jurnal penelitian, pasti sudah tidak asing dengan istilah "abstrak". Pada setiap karya, abstrak selalu menempati posisi paling depan, yang menjelaskan ikhtisar karya.

Ada yang abstraknya ditulis dalam bahasa asing, barangkali karena ketentuan atau keperluan agar bisa dibaca lebih banyak orang. Abstrak tentu tidak panjang, namanya juga ringkasan.

Tetapi, apakah cerpen sebagai salah satu karya tulis fiksi memerlukan penyajian abstrak? Apakah pula harus diterakan pada setiap penulisannya? Apa saja yang biasanya muncul dalam abstrak?

Sebelum membahas lebih lanjut...

Coba perhatikan kedua gambar berikut:

Cerpen
Cerpen "Dari Paris" karya Harris Effendi Thahar, sumber: dokumentasi pribadi

Cerpen
Cerpen "Telagasari" karya Bre Redana, sumber: dokumentasi pribadi
Kedua gambar cerpen tersebut (keterangan ada di tiap-tiap gambar) termasuk cerpen pilihan Kompas tahun 1994. Di luar itu, sebagian besar cerpen yang terpilih oleh Kompas pun punya format sama.

Bagian pertama cerita adalah sebuah paragraf ringkas yang ukuran dan ketebalan hurufnya berbeda. Paragraf ini selalu ada setelah gambar ilustrasi cerpen. Berisi beberapa kalimat yang tidak banyak, tetapi punya kekuatan.

Dikreasikan oleh pengarang sendiri berupa tambahan cerita atau mengambil sebagian narasi dari dalam cerpen. Ya, ada yang sama sekali baru dan tidak diceritakan lagi saat membaca cerpen lebih lanjut, ada pula yang berbentuk pengulangan dari bagian cerita.

Satu paragraf itu meskipun ringkas, biasanya mencerminkan sebagian besar isi cerita, yang masih sangat samar dan mengundang banyak pertanyaan. Paling sering, disertakan bayangan konflik utama yang memikat.

Tidak mesti berbentuk narasi, bisa pula percakapan antartokoh. Kalau saya boleh menyimpulkan, demikianlah abstrak dari sebuah cerpen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun