Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG (@cerpen_sastra), Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen di Kompasiana (@pulpenkompasiana), Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (@kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (@indosiana_), Pendiri Tip Menulis Cerpen (@tipmenuliscerpen), Pendiri Pemuja Kebijaksanaan (@petikanbijak), dan Pendiri Tempat Candaan Remeh-temeh (@kelakarbapak). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Semut-Semut di Kamar Bapak

23 September 2021   03:46 Diperbarui: 23 September 2021   10:58 614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Semut, Sumber: Pixabay/Hans Braxmeier via Kompas.com

Lama-kelamaan kupikir pertanyaan yang terakhir itu sedikit janggal. Kurasa tidak hanya semut yang selalu cari makan. Semua makhluk di dunia ini juga sedang berupaya cari makan, mencukupi kebutuhan perutnya. Bekerja siang dan malam agar bisa bertahan hidup, setidaknya tidak lapar.

"Kamu belum tidur, Nak?" ucap ibu yang tiba-tiba mengagetkanku. Ibu muncul dan mengintip dari sela pintu yang sudah kututup, tetapi sedikit terbuka.

"Sebentar lagi, Bu," jawabku seraya merebahkan diri ke atas kasur. Ibu memasukkan tangannya lewat sela pintu ke arah sakelar putih di dinding. Ia menekannya. Kamar langsung gelap. 

"Selamat tidur, Nak."

"Selamat tidur juga, Bu."

Ibu. Kurasa tidak ada orang yang bisa menyanggah betapa pahlawan ibu bagi anaknya. Apalagi di keluarga kami, entah bagaimana nasibku jika tidak ada ibu.

Pukul empat pagi ibu sudah bangun. Lantas ia pergi ke dapur, membuka adonan roti yang sudah didiamkan sejak semalam, memotong kecil-kecil sesuai ukuran, dan memanggangnya sampai berwarna kuning kecokelatan.

Tangannya yang sedikit keriput dengan tangkas merapikan roti-roti bolu kecil itu ke dalam plastik putih bening dan meletakkannya di atas nampan. Sebelum ia pergi menjajakan ke warung-warung terdekat, ibu selalu menyempatkan menyiapkan sarapan untuk aku dan bapak. 

Ya, bapak yang baru bangun pukul sepuluh pagi. Bapak yang setiap malam pergi entah ke mana, pulang subuh dengan mulut yang berbau menyengat, menyeruak ke seluruh ruangan. Aku yang sudah tidur sempat terbangun karena bau yang begitu memusingkan kepala.

Saat itu, dalam kondisi sedikit tidak sadar, aku mendengar suara sentakan bapak di dalam kamarnya.

"Bangun, kamu! Sudah jam berapa ini? Kerja sana!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun