Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Cerpenis.

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG @cerpen_sastra, Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen (Pulpen) Kompasiana, Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (Kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), dan Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (Indosiana). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Semut-Semut di Kamar Bapak

23 September 2021   03:46 Diperbarui: 23 September 2021   10:58 614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang bocah lelaki duduk sedikit jongkok, menatap rombongan hewan kecil yang bergerak sibuk, lalu-lalang ke sana kemari pada malam yang sedari tadi sudah begitu hitam pekat. 

Bulan seperti sedang malas bersinar. Bintang-bintang pergi entah ke mana. Lampu kamar menyala remang. Bocah itu membesarkan bola matanya.

Aku selalu tidak mengerti, mengapa hewan-hewan di depanku, yang sangat jarang kutemui sendirian, selalu saja terlihat rajin, memanggul sesuatu seperti bongkahan kecil sisa makanan di punggung, lantas membawanya ke sebuah sarang tanah di sudut balik pintu kamarku.

Entah, mereka dapat dari mana, pasti selalu saja ada yang dipikulnya. Mataku kulayangkan ke arah dinding, menyimak pergerakan mereka yang layaknya tentara sedang berbaris rapi, melaksanakan tugas penting dan selalu dirasa penting karena setiap waktu mereka tidak pernah berhenti bergerak. 

Selalu saja ke arah mana pun, mereka terus berjalan, bersama berurutan, tidak ada yang saling menyelip, menunggu antre di bagian belakang tiap-tiap rekannya sampai tiba di tempat tujuan.

Sesekali dengan sengaja pernah kuikuti langkah mereka. Dari sudut di balik pintu, mereka berjalan merayap ke dinding kamar, menembus sela-sela pintu, masuk ke ruang tengah, turun ke arah ubin lantai, bergerak lagi lurus ke depan, lantas naik ke meja makan lewat sebuah kursi kayu. 

Aku terus membuntuti dari belakang. Dari sela-sela tudung saji berwarna biru, mereka menembus dan mengambil sisa-sisa makanan yang terjatuh dan terserak di kaca meja makan. 

Beberapa naik ke atas piring, menjulurkan kedua tangan hitamnya, merobek roti bolu buatan ibu, dan seperti biasa, meletakkan remahan kecil roti itu di punggung, lalu berjalan kembali mengikuti rute yang sama, menuju ke sudut di balik pintu kamarku.

Ada satu bongkahan makanan yang terjatuh dari punggung. Aku mengambilnya dengan telunjuk dan ibu jari, kugeser ke dekat semut itu, lantas semut itu menaruhnya kembali ke punggung.

"Mereka sedang cari makan untuk siapa? Mengapa mereka selalu lapar?" tanyaku dalam hati, "Apakah mereka tidak pernah kenyang? Mengapa mereka selalu mencari makan?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun