Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Cerpenis.

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG @cerpen_sastra, Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen (Pulpen) Kompasiana, Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (Kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), dan Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (Indosiana). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Beberapa Hari Setelah Kematian Bapak

16 September 2021   02:43 Diperbarui: 16 September 2021   11:14 526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ruang tengah, sumber: Pixabay/flashbuddy

"Bapak, Ibu, Hadirin sekalian," sapa seorang lelaki berjas hitam dan berdasi putih panjang seraya berdiri, "Kita tidak bisa melaksanakan perintah mendiang, jika semua belum kumpul. Kita harus menunggu. Bila Bapak Ibu ingin cepat, segera cari mereka!"

Ruang tengah rumah itu yang tadinya berisik seketika hening. Anak-anak kecil tiba-tiba berhenti bermain, seperti mengerti sedang ada kabar tidak enak. Ibu-ibu yang barusan asyik berbincang terdiam. Dua orang bapak memelotot tajam. Seusai memberi maklumat, lelaki itu kembali duduk.

"Tidak bisa begitu!" jawab seorang bapak yang paling tua, "Kita kan tahu sendiri masalahnya seperti apa?"

"Benar itu! Sudahlah, sekarang saja. Tidak perlu menunggu mereka," sahut seorang ibu yang lebih muda.

Lelaki itu sedikit menunduk. Matanya mengarah pada sebuah dokumen di atas meja. Ia mengambil dokumen lantas membukanya. Masih tersimpan rapi beberapa berkas yang sempat ia laminating agar tidak rusak.

"Di sini, seperti itu perintah mendiang!" jawabnya tegas seusai membaca. Tangannya menunjuk ke dokumen.

Bapak yang paling tua menghampiri ibu yang lebih muda yang sedang duduk di atas sofa biru.

"Bagaimana ini, ke mana lagi harus kita cari? Gara-gara kamu sih, semuanya jadi begini!" ujarnya kesal. Ibu itu menatap sinis. Ia memejamkan mata kiri. "Bukannya abang juga sepikir? Jangan salahkan saya saja!" jawabnya ketus. 

"Tapi kamu sangat keterlaluan!" tukas bapak itu. 

Situasi tiba-tiba panas. Beberapa pelayat masih berdatangan. Mendiang meninggal baru sepuluh hari lalu. Papan karangan bunga ucapan belasungkawa berwarna-warni, dari yang sederhana sampai yang begitu megah, dari orang biasa hingga pejabat teras, masih tertata rapi di halaman. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun