Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Cerpenis.

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG @cerpen_sastra, Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen (Pulpen) Kompasiana, Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (Kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), dan Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (Indosiana). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Malam yang Tidak Akan Pernah Ada Lagi

13 September 2021   05:25 Diperbarui: 13 September 2021   06:38 1033
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi malam kelam, sumber: Pinterest via kuarter.id

Terdengar suara kepuasan. Berandalan itu mengambil celana jinnya. Ia mengenakan kembali kaus dan topi hitam. 

"Mana?" tagih wanita itu.

"Apanya yang mana?"

"Bayaran!"

Tiba-tiba berandalan itu mengeluarkan sebilah pisau dari kantung saku bagian belakang celananya. Ia selintas teringat lagi kemarahan karena kalah balapan. Emosinya terbakar.

"Ini!"

Ia menghunjamkan pisau tepat di dada wanita itu. 

"Clep!"

Pisau itu menusuk dalam. Wanita itu berteriak kencang. Ia meminta tolong, tetapi tidak ada yang dengar. Berandalan itu membekap mulutnya. 

Ia menarik pisau itu, lantas menusukkan kembali berulang-ulang. Darah bermuncratan, berjatuhan memerahkan dedaunan. Sebagian terciprat mengenai wajah berandalan. Ia mengambil saputangan dan lekas membersihkan.

Pisau yang masih bersimbah darah bersama saputangan ia lemparkan jauh-jauh ke arah sungai di dekat lapangan. Wanita itu menggelepar. Tubuhnya mendadak dingin. Mulutnya keluar darah. Mukanya kian pucat. Kepalanya mulai pusing. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun