Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG (@cerpen_sastra), Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen di Kompasiana (@pulpenkompasiana), Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (@kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (@indosiana_), Pendiri Tip Menulis Cerpen (@tipmenuliscerpen), Pendiri Pemuja Kebijaksanaan (@petikanbijak), dan Pendiri Tempat Candaan Remeh-temeh (@kelakarbapak). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Tidak Ada yang Tahu ke Mana Minten Pergi

6 September 2021   19:44 Diperbarui: 9 September 2021   01:39 563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi wanita hilang, sumber: Mindra Purnomo via detik.com

Warga bebas mengembalikan kapan saja, tergantung seberapa sudah mampu mereka menata kembali keuangan. Meskipun, orang harus bersabar sebelum mendapatkannya.

"Kamu lho, kenapa lagi sekarang? Bukannya dulu sudah pernah lunas?" tanya Minten suatu saat pada seorang ibu. Ibu itu datang ke rumahnya. Langkahnya tergopoh-gopoh, seperti dikejar rentenir.

"Iya, maaf, Bu. Kali ini saja. Tolonglah saya."

Alis Minten naik. Ia memangku tangan di dada. Kepalanya sedikit mendongak.

"Suamimu main judi lagi? Kamu goblok! Sudah tahu main judi, jangan dikasih uang! Kamu itu dulu sekolah, tidak? Bisa ngatur duit, tidak? Jadi istri jangan mau kalah sama suami!"

Ibu itu tertunduk. Ini sudah ketiga kali ia diceramahi. Dua peristiwa sebelumnya, ia berhasil membawa pulang uang pinjaman. Ia tahu, ketika sedang butuh, lebih baik tidak banyak melawan.

"Iya, maaf, Bu Minten. Lain kali saya belajar. Tolonglah!"

Goblok, bodoh, dungu, tolol, adalah sebutan-sebutan yang lumrah didengar para warga yang hendak meminjam. Mereka rela diumpat seperti apa pun, asalkan pinjaman lunas. Toh, umpatan itu hanya sebentar. Setelah itu, pasti Minten mengeluarkan dompet dan memberikan uangnya.

"Wak Ji," ucap seorang warga, "Coba diingat-ingat lagi. Kapan terakhir Wak Ji ketemu Minten?"

Wak Ji terdiam. Ia masih saja meneteskan air mata. Di depan para warga, kaus oblong putihnya itu basah sekali. Seorang ibu menyodorkan tisu. Ia tahu, mana ada lelaki yang tahan jika ditinggal istri?

"Te... ra... khir di rumah ini, Pak," jawab Wak Ji terbata-bata. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun