Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Cerpenis.

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG @cerpen_sastra, Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen (Pulpen) Kompasiana, Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (Kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), dan Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (Indosiana). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Tidak Ada yang Tahu ke Mana Minten Pergi

6 September 2021   19:44 Diperbarui: 9 September 2021   01:39 563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi wanita hilang, sumber: Mindra Purnomo via detik.com

Tidak ada yang tahu ke mana Minten pergi. Wanita berumur empat puluh tahun yang terkenal di desa itu terus dicari-cari orang sampai sekarang. Wak Ji, suaminya, sudah berkeliaran ke mana-mana, menyebarkan foto di tepi jalan, menempelkannya di tiang-tiang listrik, sampai pula melapor ke petugas keamanan setempat.

Itu pun dirasa kurang. Pengumuman lewat toa tempat ibadah terus dikumandangkan. Para warga ditanyai satu demi satu, adakah yang pernah bertemu dengannya? Adakah yang bercakap terakhir dengannya? Adakah yang melihat dia pergi keluar desa?

Seluruh warga gempar. Minten masyhur namanya sebagai orang terpandang. Salah satu orang berada. Boleh dibilang dia adalah satu dari beberapa -- bahkan mungkin satu-satunya -- orang yang memiliki sepuluh rumah dengan sepuluh hektar tanah kosong, yang dia dapat dari warisan orangtuanya.

Beberapa malam terakhir, Wak Ji hanya termenung di ruang tamu. Warga yang mendatanginya berusaha menghibur.

"Tenang, Wak. Pasti Minten ketemu," ucap salah seorang warga. Ia mendekat dan menepuk bahu Wak Ji, seolah hendak bersimpati atasnya.

"Benar, itu, Wak. Sudah, jangan terlalu dipikir! Pasti Minten sebentar lagi ketemu. Dia kan punya duit. Paling juga mau liburan sebentar ke kota," tambah seorang warga lain.

Seorang ibu yang adalah tetangga Wak Ji menuju dapur. Ia menyiapkan beberapa cangkir teh panas dan camilan ringan, berharap meredakan sedikit kegelisahan.

Ini sudah hari kesepuluh Minten belum pulang. Hari kesepuluh pulalah rumah Wak Ji didatangi para warga. Satu demi satu mereka mengantre sampai di luar halaman, sekadar menunjukkan rasa simpati kepada Wak Ji. Tentu, kedatangan mereka bukan murni karena inisiatif sendiri. 

Kebaikan Minten sudah pernah dirasakan sebagian besar warga. Memang, omongannya terlalu kasar bahkan terkesan mencampuri urusan orang. 

Tetapi, kalau ia sudah melihat orang terlilit pinjaman, ia akan dengan mudah memberi bantuan untuk melunasi pinjaman itu tanpa bunga sepeser pun, tanpa batas waktu yang ditentukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun