Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG (@cerpen_sastra), Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen di Kompasiana (@pulpenkompasiana), Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (@kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (@indosiana_), Pendiri Tip Menulis Cerpen (@tipmenuliscerpen), Pendiri Pemuja Kebijaksanaan (@petikanbijak), dan Pendiri Tempat Candaan Remeh-temeh (@kelakarbapak). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Nenek Masih Main Gundu

2 September 2021   16:16 Diperbarui: 2 September 2021   17:06 581
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gundu, sumber: Pixabay

"Minggir ... minggir ...."

Beberapa bocah menepi dari arena. Pada sekotak garis di atas tanah yang tergambar dengan kapur putih tepat di bagian tengah arena, terdapat beberapa gundu yang sengaja dipasang untuk diperebutkan. Jika gundu pemain yang dilontarkan tepat mengenainya, maka gundu itu menjadi milik mereka.

"Serrr ...."

Nenek menembakkan gundu. Gundu itu berguling cepat, semakin cepat di atas tanah yang kering dan agak turun ke bawah. Dalam sekejap mata, kecepatan gundu yang membuat bocah-bocah itu terheran-heran, berhasil menabrakkan gundu pemain pada gundu dalam kotak.

"Nenek hebat ya, main gundunya?" tanya seorang bocah dengan begitu polos.

Nenek itu tertawa. Giginya yang kuning dan ompong pada bagian seri atas terlihat jelas. Sesekali ia membenarkan posisi sirih pinang di mulut dengan ibu jari.

Awal-awal bocah-bocah itu memang tidak nyaman bermain. Tetapi, karena nenek itu lihai dan piawai memainkan gundu, lama-kelamaan suasana jadi cair. Bahkan banyak dari bocah-bocah itu minta belajar pada si nenek.

"Ibu ngapain umur segini masih main gundu?" tanya saya suatu malam ketika kami sedang nonton televisi berdua. Ibu duduk di kursi goyang yang juga saya bawa pulang dari desanya. Ia memang sengaja minta, bahkan mengancam tidak mau pindah jika kursi itu tidak sekalian dibawa. Katanya, kursi itu mengingatkan pada bapak.

"Ada yang salah dengan main gundu?"

Hmm... Saya diam sejenak.

"Tidak ada yang salah, sih, Bu. Tidak ada yang salah. Main gundu tidak pernah salah. Cuma, apa ibu tidak malu sama orang-orang? Sudah wajah nenek-nenek, malah main gundu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun