Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG (@cerpen_sastra), Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen di Kompasiana (@pulpenkompasiana), Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (@kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (@indosiana_), Pendiri Tip Menulis Cerpen (@tipmenuliscerpen), Pendiri Pemuja Kebijaksanaan (@petikanbijak), dan Pendiri Tempat Candaan Remeh-temeh (@kelakarbapak). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Di Bawah Pohon Beringin di Taman Itu (Bagian 3)

25 Agustus 2021   08:36 Diperbarui: 25 Agustus 2021   09:54 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sebuah bangku taman di bawah pohon Beringin, sumber: Pixabay.com

"Iya. Kenapa?"

Aku tersenyum. Kau membalas senyum. Kutatap wajahmu lekat-lekat. Entah kenapa jantungku mulai berdetak kencang. Kita saling menatap. Pipimu semakin merah.

"...."

Terdengar suara seseorang bergumam. Seperti ada banyak hal yang ingin sekali diceritakan, tetapi tercekat dalam tenggorokan. Matamu sudah banyak berbicara, kendati kau tidak bersuara. Ada kenangan-kenangan indah tentang kita yang masih tersimpan di sana, yang aku tahu, kau sulit menghapusnya.

Awan putih berderet-deret terarak bersama angin, berpindah lambat-lambat, menutupi sang surya dan membuat suasana jadi teduh. Pohon Beringin tidak henti mengayunkan ranting, seperti memberi pertanda ia sedang suka melihat kembali sepasang kekasih yang dahulu selalu menghabiskan waktu bersama di bawah naungannya.

"Ting.... ting...."

Terdengar suara mangkuk dipukul. Seorang lelaki paruh baya mengendarai sepeda dengan gerobak berisi beberapa bahan makanan lewat. Gerobak itu masih sama seperti dulu. Berwarna putih kecokelatan, dengan untaian kabel lampu yang terpasang di setiap sudutnya. Ia selalu berjualan di taman itu sampai malam. 

"Denish."

Kau bersuara lagi. Kali ini telunjukmu terangkat. Aku mengerti.

"Bang, bakso dua porsi! Satu tanpa sambal, satu pedas sekali," kataku kepada lelaki itu. Ia turun dari sepeda, mengambil serbet dari bahu, lantas menyiapkan dua mangkuk bakso.

Aku tahu, kau paling tidak bisa menghirup aroma bakso. Kau selalu gagal menahan godaan betapa wangi kuah bakso yang disajikan panas-panas dengan potongan daun bawang dan taburan bawang goreng di atasnya. Hampir tidak pernah kau lewatkan sajian makan siang spesial itu di taman ini. Bagiku, sebetulnya rasanya biasa-biasa saja. Tetapi, entah kenapa kau bisa begitu lahap menikmatinya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun