Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Cerpenis.

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG @cerpen_sastra, Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen (Pulpen) Kompasiana, Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (Kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), dan Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (Indosiana). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Di Bawah Pohon Beringin di Taman Itu

22 Agustus 2021   15:26 Diperbarui: 23 Agustus 2021   14:03 1432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sebuah bangku taman di bawah pohon Beringin, sumber: Pixabay.com

Aku kau tinggalkan sendirian bersama pohon beringin ini. Tidak apa, itu semua memang hakmu. Setiap orang berhak menentukan kehidupan sendiri, hendak menjadi apa dan bersama siapa. Itu adalah kebebasan yang tidak boleh dikekang oleh siapa pun juga yang sebetulnya hanya berhak memberi pertimbangan.

Termasuk ketika engkau memilih menghabiskan hidup bersamanya. Ketika engkau -- entah mengapa bisa punya muka -- mengantarkan undanganmu sendiri di depanku, di bawah pohon beringin itu, tanpa rasa bersalah dan mungkin sudah lupa akan usaha-usaha aku meneduhkanmu.

Sekali lagi, aku tidak pandai berkata-kata dan merangkai argumen untuk mengingatkan kebaikan-kebaikanku padamu. Terlebih, aku ingat seseorang pernah berpesan untuk berbuat baiklah secara ikhlas.

Kabar terakhir yang kudengar, engkau sudah berpisah dengannya. Mirna terus mendesakku untuk mendekati dan merayumu. Tetapi lagi-lagi, aku tidak punya nyali untuk berkata-kata. Lagi pula, aku tidak bisa memaksa seseorang untuk mencintaiku.

Yang pasti, sampai kapan pun, jika engkau masih ingin menemuiku, aku tetap berada di taman ini. Bersama pohon beringin dan luka-luka yang telah kau tebarkan. Bersama cerita-cerita usang yang jika diingat terus memedihkan hati. Bersama rentetan masalah yang bila dipikir sangat tidak masuk akal. Bersama bekas-bekas air matamu yang masih menempel dan menjadi noda manis di bajuku. 

Di atas bangku taman ini, aku masih terduduk setiap siang.

Masih ada pohon beringin yang terus berbuat baik dan menemaniku. Pohon itu masih melindungiku dari terik sinar matahari dan lebatnya rintik hujan. 

Di tengah polusi-polusi udara yang membahayakan, ia terus menghadirkan oksigen yang menyegarkan dan menghidupkan seluruh bagian organ tubuhku. Ia tetap memberi perteduhan, kendati tidak berbicara, tidak bergerak, dan hanya bisa hadir dalam diam.

Jika engkau memerlukan perteduhan dariku, datanglah. Aku tidak akan beranjak dari sini.

...

Cerita selanjutnya: di Bawah Pohon Beringin di Taman Itu (Bagian 2)

...

Jakarta

22 Agustus 2021

Sang Babu Rakyat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun