Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG (@cerpen_sastra), Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen di Kompasiana (@pulpenkompasiana), Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (@kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (@indosiana_), Pendiri Tip Menulis Cerpen (@tipmenuliscerpen), Pendiri Pemuja Kebijaksanaan (@petikanbijak), dan Pendiri Tempat Candaan Remeh-temeh (@kelakarbapak). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Di Bawah Pohon Beringin di Taman Itu

22 Agustus 2021   15:26 Diperbarui: 23 Agustus 2021   14:03 1432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku tidak pernah tahu mengapa Pencipta begitu baik menghadirkan pohon itu dan berbagai tanaman di sekeliling sebagai salah satu makhluk paling berguna di antara manusia dan hewan. Beberapa kali kulihat para manusia berteduh dari serangan terik matahari dan lebat rintik hujan di bawahnya. 

Beberapa binatang berbentuk serangga dan hewan bersayap selalu bertengger pada sela-sela rantingnya, membentuk sarang, dan sesekali menyerap sari-sari makanan dari batang yang cokelat dan kekar itu. 

Mereka juga setia setiap siang menghadirkan oksigen yang merasuk ke dalam penciuman setiap makhluk, melebur dalam aliran darah, dan mengalirkan kehidupan bagi siapa saja tanpa mengenal seberapa tinggi derajatnya. 

Dalam diam, mereka selalu hadir tanpa mengeluh, kendati sering sekali menerima luka dari perbuatan para penikmatnya yang tidak tahu berterima kasih. 

Begitulah, aku berusaha selama ada di dekatmu. Entah, aku tidak mengerti, mengapa bisa sebodoh ini. Aku pun tidak pandai mengucapkan kata-kata indah dan kalimat paling tepat untuk melukiskan bagaimana isi perasaanku padamu. Aku hanya mencoba meniru, berlaku seperti pohon, ketika engkau memerlukan perteduhan.

Aku tahu, pohon itu sekarang sendirian di taman. Kedua orang yang biasa duduk di bawahnya, melepaskan setiap siang dengan makan bersama, bercanda tentang masalah kehidupan yang pelik adanya, sudah tidak muncul lagi. 

Daun-daun pohon beringin itu yang tetap rindang dari masa ke masa, sama sekali tidak terpengaruh dengan entah sudah berapa kali mendengar ocehan gila dari orang-orang yang tidak bisa menerima kenyataan. 

Ya, aku tahu, kamu pasti sampai kapan pun, tidak akan bisa paham bagaimana papamu berselingkuh dengan wanita lain saat ibumu hampir meregang nyawa sendirian di rumah sakit.

Kamu pun pasti sulit mengerti mengapa hati seorang laki-laki gampang sekali dibelokkan dengan harta dan wanita. Ketika seorang wanita sudah mulai mengering madunya, lelaki yang kamu lihat itu, mulai mencari wanita lain yang lebih ranum buahnya.

Aku sebetulnya ingin menjelaskan perlahan padamu, tetapi kamu keburu terbuai dengan tangis yang tidak kunjung berhenti, sampai-sampai kausku yang putih bersih berubah menjadi cokelat basah. Orang-orang di sekitar mulai melihatmu dan memasang tampang heran, mengapa saat siang yang begitu terik, ada seorang anak SMA menangis tersedu-sedu. 

Aku ingat, aku lekas-lekas mengambil jaket, menutupi seluruh badanmu, dan merangkulmu perlahan, sembari mengelus-elus rambutmu. Aku bersenandung kecil dengan harap bisa menyaingi tangismu dan menghibur barang sedikit kepiluanmu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun