Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG (@cerpen_sastra), Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen di Kompasiana (@pulpenkompasiana), Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (@kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (@indosiana_), Pendiri Tip Menulis Cerpen (@tipmenuliscerpen), Pendiri Pemuja Kebijaksanaan (@petikanbijak), dan Pendiri Tempat Candaan Remeh-temeh (@kelakarbapak). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Kakak Ipar

19 Agustus 2021   22:27 Diperbarui: 19 Agustus 2021   23:14 871
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tergoda kakak ipar, sumber: Pexels.com/Pixabay

Di dalam rumah itu, lampu ruang tengah terus menyala setiap malam. Terang benderang, menerangi empat penghuninya. Sesosok perempuan bertubuh tambun selalu setia duduk di kursi goyang sembari mengetik-ngetik sesuatu -- entah apa -- di laptopnya. Ada lagi seorang perempuan berbadan langsing yang begitu gemar menonton sinetron di televisi. Seorang lelaki umur tiga puluh tahunan masih saja asyik bermain ponsel. Sisanya, sesosok bayangan tidak terlihat yang bisa kapan saja menyergap.

Begitulah kata Lastri pada saya, sesaat setelah ia pulang dari rumah anaknya. Ia terkejut dan beberapa hari masih belum bisa menerima. Ia sudah mengeluarkan berbagai petuah dengan segala kebijaksanaan. Ia pun bercerita seputar hal-hal mengerikan dalam dunia cinta. Tetapi, tidak ada yang mengindahkan. Semua menganggap sepele. Sampai akhirnya ia memutuskan bercerita pada saya.

"Saya tidak kuat," serunya perlahan sambil mengelus dada. Saya mengambil secangkir teh panas untuk menyamankan suasana. Selama kami berteman, saya paling tahu, teh adalah minuman kesukaannya.

Lastri terus bercerita panjang lebar tentang anaknya. Ia begitu menyayanginya. Ia percaya penuh padanya. Uang bulanan setiap hari ia terima, meskipun anaknya telah beristri. Ia tahu, anaknya begitu menghormatinya.

Sampai pada suatu ketika, ia terkejut waktu memutuskan diam-diam datang ke rumah anaknya, tanpa ada yang tahu. Ia masih ingat, siang itu rumah sepi sekali. Tidak ada orang. Besar dan dingin. Ia memutuskan datang karena sudah lama tidak bertemu.

"Kamu jangan begitu lagi, Nak!" katanya perlahan kepada anaknya suatu malam di dalam mobil.

"Kenapa, Bu? Memang masalah?"

"Itu tidak baik. Itu sangat tidak baik!"

"Apanya yang tidak baik? Ia kan saudara. Mengapa tidak boleh tinggal bersama kita?"

Lastri menarik napas panjang. Ia mengambil sisir dari dalam tas, merapikan rambut yang sudah sebagian memutih. Beberapa helai rambut rontok ke karpet mobil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun