Suatu kali, sebagai sesama bawahan, saya pernah mendapat cerita dari rekan kerja. Rekan itu bingung dengan atasannya. Terhadap atasan satu tingkat di atas pun sama.
Katanya, mereka berdua tidak mampu memberi arahan cepat dan jelas. Giliran mengarahkan, malah bertanya balik kepada rekan itu. Selama bekerja, rekan itu sering dipusingkan dan sesekali jengkel seputar arahan.
Ia memiliki kompetensi mumpuni sebagai bawahan. Tetapi, pekerjaan yang seharusnya bisa cepat diselesaikan, kerap terkendala karena arahan tidak jelas.
Perlunya penilaian dua arah yang objektif sebagai bahan evaluasi
Oleh sebab itu, dalam rangka menemukan bagian yang tepat untuk diperbaiki, penilaian dua arah antara atasan dan bawahan perlu dilakukan. Bagian personalia kantor boleh mengambil peran.
Mengapa? Karena tidak semua bawahan berani mengoreksi langsung atasannya. Mungkin pula ada atasan yang sungkan mengoreksi bawahan.Â
Sistem penilaian lewat aplikasi kinerja oleh pihak ketiga menjadi solusi. Bagian personalia dapat membuat penilaian kinerja yang diisi bawahan dan atasan tanpa keduanya saling tahu.Â
Semisal, atasan menilai kompetensi dan semangat kerja bawahan. Bawahan menilai kemampuan kepemimpinan atasan dan bagaimana caranya menjelaskan arahan. Keduanya diisi seobjektif mungkin, dengan minimalisir rasa tidak enakan.
Besar kemungkinan lebih bisa objektif, karena tidak ada interaksi langsung antara keduanya. Aplikasi penilaian pun terkunci dengan username dan password khusus atasan dan bawahan.
Pemberian diklat kepemimpinan atau diklat kompetensi
Jika bawahan dinilai kurang, maka pelatihan kompetensi boleh diberikan. Jika hasil penilaian menyatakan atasan tidak mampu memimpin baik, dapat diberikan pelatihan kepemimpinan.