Pada kenyataan, jujur, harus diakui, ada atasan yang pintar tetapi kurang bisa menyampaikan secara jelas. Ada yang pandai berkomunikasi tetapi sebatas mengulang kebijakan yang sudah ada tanpa wawasan baru.Â
Ada yang sekadar meneruskan pekerjaan -- dari atasan di atasnya -- ke bawahan tanpa memberi bimbingan. Mungkin pula ada yang tidak mengerti dengan pekerjaan.
Sementara itu, bawahan sebagai ujung tombak penyelesaian pekerjaan perlu arahan dan pencerahan sejelas-jelasnya. Butuh kerja sama yang baik antara atasan dan bawahan agar pekerjaan selesai sesuai target dan permintaan.
Sial, tidak sedikit hanya bawahan menjadi objek penyalahan atas gagalnya pekerjaan. Kemarahan lebih sering ditumpahkan ke bawahan, tanpa memandang atasan sudah benar atau belum dalam bekerja. Bawahan sendiri bungkam karena takut mengoreksi atasan.
Ketidakmampuan senior atau atasan dalam memimpin
Saya memandang, ada bagian yang perlu dinilai dari atasan bersangkutan, selain pekerjaan bawahan yang dikoreksi benar-benar. Sudahkah komunikasi tepat dilakukan perihal pekerjaan sesuai permintaan atasan yang lebih tinggi?
Adakah atasan rutin mengingatkan bawahan untuk bekerja sesuai target? Adakah atasan menyemangati dan memberi apresiasi atas penyelesaian pekerjaan bawahan? Seberapa sering atasan mengoreksi pekerjaan bawahan atau hanya menetapkan dan melaporkan tanpa mengecek kembali?
Bagaimana pola kepemimpinan atasan atas bawahannya? Terlalu diktator, suka memberi solusi, atau menyerahkan sepenuhnya ke bawahan tanpa membantu?
Atasan juga mengambil andil dalam kegagalan penyelesaian pekerjaan. Jangan hanya bawahan yang disalah-salahkan selalu.Â
Saya pernah mendapat curhat