Saya pun bingung
Saya pribadi tidak terlewat bingung dengan tarif itu. Pernah saya mengurus dokumen pada suatu kantor. Saat menerima dokumen yang sudah beres, saya bertanya berapa tarifnya.
Pelayan kantor itu bilang gratis. Tetapi, ia menunjukkan sebuah kotak karton kecil yang terpajang di depan meja. "Diisi saja kotaknya, Mas," katanya. Saya lihat kotak itu. Tertulis "seikhlasnya untuk sosial".Â
Berapa ya enaknya memberi? Sebetulnya pelayanan ini gratis atau dipungut bayaran? Kalau segini terlalu kecil tidak ya? Kalau segitu apakah kebesaran? Kalau gratis mengapa ada embel-embel sumbangan?
Mau pergi tanpa menaruh, tidak enak. Akhirnya, saya ambil sekian ribu uang dan taruh di sana. Saya pulang dengan masih menyimpan pertanyaan. Si pemberi jasa tersenyum mengantarkan.
Kecil kemungkinan tarif seikhlasnya diatur di peraturan
Apa yang food vlogger, ibu, dan saya alami, pasti pernah Anda rasakan secara pribadi lewat pengalaman. Tarif seikhlasnya memang ada pada pelayanan-pelayanan tertentu di sekitar. Nilainya kita tidak tahu. Namanya juga ikhlas, berarti harus bersih dan tulus hati dalam memberi.Â
Masalahnya, ukuran besar kecil akan kesesuaian pembayaran atas jasa yang diberikan jadi samar.
Tarif ikhlas kemungkinan kecil diterapkan dalam peraturan tertulis. Sejauh pembacaan dan pengertian saya, peraturan hanya mencantumkan dua jenis tarif, yaitu sekian Rupiah tergantung tingkat pelayanan dan gratis alias tidak dipungut biaya.
Tidak ada tarif seikhlasnya. Kalau diatur, malah berpotensi mengarah ke pungutan liar. Ketentuan nilai tidak jelas, otomatis pertanggungjawabannya lebih mudah dipermainkan.
Memaknai maksud baik dari tarif seikhlasnya