Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Cerpenis.

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG @cerpen_sastra, Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen (Pulpen) Kompasiana, Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (Kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), dan Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (Indosiana). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Manajemen Berita untuk Kesehatan yang Lebih Baik

23 Juli 2021   21:27 Diperbarui: 23 Juli 2021   22:04 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ma, Mama lagi lihat tv ya?" tanya seorang kakak di grup WA keluarga. Malam itu, seperti biasa, semua anggota sudah beristirahat. Ketiga kakak yang keluar kerja sedari pagi telah berada di rumah. Saya bekerja dari rumah.

"Iya," jawab Mama. "Jangan sering nonton berita Covid, ya, Ma," pesan kakak pertama. Kakak bermaksud agar Mama tidak ketakutan membaca berita yang kian ke sini kian mengkhawatirkan menurutnya.

Mama malah tertawa. Beliau berujar, setiap malam hampir tidak pernah absen, beliau melihat berita, terutama perkembangan penanganan Covid di Kab. Jepara (kampung kami).

"Biasa sajalah. Cuma berita ini. Mama juga nontonnya sekadar nonton," begitu jawaban beliau. Bahkan, tanpa diminta, sekali dua kali beliau membagikan jumlah terbaru penderita Covid di kampung via WA, yang pada suatu saat sempat memasuki zona merah.

Jumlah jemaat gereja kami di kampung yang terkena Covid dan yang meninggal, beliau tahu benar. Tidak ada rasa takut waktu membagikan. Entah, sudah berpikir panjang atau tidak, dampak pembagian itu bagi mental para anggota keluarga di WA.

Saya pandang, Mama sudah layaknya seorang reporter, kerap melaporkan kondisi terkini seputar penderita. Herannya, sempat pula menganalisis penyebab kenaikan kasus. Tanpa rasa takut sedikit pun, seperti yang dikhawatirkan kakak pertama.

Kejadian di daerah

Tidak bisa dimungkiri, berita Covid-19 sedikit banyak berpotensi menimbulkan rasa takut pembacanya. 

Antara lain: jumlah orang positif Covid-19 yang semakin meningkat, potensi dan tantangan ketidakmampuan fasilitas kesehatan yang melayani jika jumlah penderita tidak terkendali, jumlah penderita wafat yang terus ada, dan seterusnya, yang boleh didapat lewat media massa daring atau media sosial.

Seyogianya, dalam membaca itu, juga disandingkan dengan berita sampingannya, seperti penderita yang telah sembuh, penggalakan sosialisasi penerapan protokol kesehatan yang kian masif, adanya potensi penambahan fasilitas kesehatan darurat, dan seterusnya.

Tetapi, apa daya, bila ketakutan muncul, daya kritis biasanya berkurang. Perasaan mendominasi logika.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun