Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG (@cerpen_sastra), Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen di Kompasiana (@pulpenkompasiana), Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (@kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (@indosiana_), Pendiri Tip Menulis Cerpen (@tipmenuliscerpen), Pendiri Pemuja Kebijaksanaan (@petikanbijak), dan Pendiri Tempat Candaan Remeh-temeh (@kelakarbapak). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Bisakah Kita Tidak Selalu Menyalahkan Pembuat Konten?

15 Juli 2021   21:52 Diperbarui: 15 Juli 2021   22:10 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi membuat konten di media sosial, sumber: Istockphoto

Tidakkah ia berpikir, apakah konten itu mendidik? Mengapa ia ingin begitu viral kendati harus membuat konten sampah? Tahukah ia risiko yang mungkin dialami selama pengambilan konten? Tidakkah ia berpikir pula tentang nama baik keluarga yang bisa malu karena anggotanya terkenal tetapi memalukan?

Bila pembuat konten berpikir sejauh itu, tentu pertimbangan-pertimbangan melalui jawaban pertanyaan akan mengurungkan niatnya membuat konten sampah. Entah, ia sudah mempertimbangkan atau belum sebelum akhirnya membuat konten.

Kita tidak bisa serta-merta menyalahkan pembuat konten. Apalagi, kedukaan sedang dialami. Sebaiknya, simpati lebih dikedepankan dengan menyatakan rasa belasungkawa.

Hukum permintaan dan penawaran

Pada sisi lain, konten menjadi viral (tanpa memandang kualitas konten) karena ada yang menonton. Ya, sebab kita-kita ini. Menekan tombol suka, memberi komentar, dan membagikan di media sosial.

Mau bagus atau jelek, saat telah menyimak bahkan berkomentar, kita sudah urun usaha untuk menenarkan. Baik hujatan dari pembenci maupun pujian dari penggemar sama-sama berperan memopulerkan pembuat konten.

Pembuat konten masa bodoh, yang penting ada komentar. Tidak jarang kan, ada pembuat konten terlihat seperti mengemis-ngemis komentar?

Lantas, sedikit banyak berpengaruh pada jumlah pengikut si pembuat konten. Sebagian penonton akan mencari akun media sosial aslinya, jika konten viral lewat akun orang lain. 

Si pembuat konten merasa di atas angin. Dirinya dikenal banyak orang. Ia tidak berpikir panjang, kontennya sampah.

Pembuat konten juga belajar mengamati konten seperti apa yang gampang diviralkan dan disukai penonton. Ia melihat permintaan di media sosial. Ia melihat barang yang sedang dan berpotensi diminati. Kemudian, ia menawarkan.

Sebuah solusi agar tidak terjadi kembali

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun