Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG (@cerpen_sastra), Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen di Kompasiana (@pulpenkompasiana), Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (@kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (@indosiana_), Pendiri Tip Menulis Cerpen (@tipmenuliscerpen), Pendiri Pemuja Kebijaksanaan (@petikanbijak), dan Pendiri Tempat Candaan Remeh-temeh (@kelakarbapak). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi: Genangan-genangan Air Pada Satu Masa

2 Juli 2021   22:41 Diperbarui: 2 Juli 2021   22:59 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi air pada satu masa, sumber: pixabay

Setetes air mengalir dari dua bola mata seorang gadis yang menatap sendu sesosok wanita tua dengan selang pada lubang hidungnya, sedang terengah-engah sekadar mengambil napas.

Titik-titik air membasahi sekujur badan satu lelaki berbajuzirahkan perlengkapan perang yang begitu panas, tidak boleh dibuka dan tetap harus digunakan saat menghadapi serangan wabah yang entah selesai kapan.

Kakek tua di sampingnya yang baru saja habis bertempur, masih mengerang kesakitan, memegang bagian bawah tubuhnya, menahan genangan air yang belum bisa dikeluarkan padahal sangat mendesak, oleh sebab masih ada perang berikut yang tidak bisa dielakkannya.

Seorang bocah menatap dinding dengan mata basah, merapal harap dalam kata-kata yang tidak sanggup lagi tersebutkan, memohon seseorang yang tampak pada cermin di depannya lekas sembuh dan bisa bermain dengannya.

Mungkin masih banyak lagi genangan-genangan air mata yang luput disaksikan. Sebisa mungkin diam di rumah adalah cara terbaik untuk mencegah terjadi banjir air mata.

...

Jakarta

2 Juli 2021

Sang Babu Rakyat

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun