Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Cerpenis.

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG @cerpen_sastra, Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen (Pulpen) Kompasiana, Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (Kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), dan Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (Indosiana). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Memahami Penolakan atas Baliknya Pemudik Tanpa Surat Keterangan Negatif Covid-19

16 Mei 2021   18:15 Diperbarui: 16 Mei 2021   18:32 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
  Tangkapan layar akun @warung_jurnalis, sejumlah warga memasang spanduk penolakan pemudik yang kembali tanpa surat yang menunjukkan hasil negatif tes Covid-19.(Instagram.com/@warung_jurnalis)

Berdasarkan Kompas.tv, tercatat oleh Kementerian Perhubungan, lebih dari 1,5 juta orang telah mudik selama Lebaran 2021. Data ini merupakan akumulasi jumlah pemudik yang pulang ke kampung pada masa pengetatan larangan mudik tanggal 20 April s.d. 5 Mei dan masa peniadaan mudik tanggal 6 s.d. 17 Mei.

Survei awalnya jika tanpa larangan, diperkirakan ada 33% kecenderungan warga akan mudik. Dengan adanya larangan, persentase turun menjadi 7%. Larangan mudik tentu bertujuan untuk mengendalikan penyebaran virus Corona, agar tidak semakin mencemaskan. Saya tidak tahu, Anda yang membaca tulisan ini, termasuk yang 7% atau diam di rumah saja.

Menerka penyebab mau tidak mau harus mudik

Saya sebagai anak rantau dapat memahami sebagian warga yang memutuskan tetap mudik. Tinggal sendiri atau berdua bersama pasangan, meninggalkan anak-anak dan keluarga besar di kampung, pasti menumpuk berjuta kerinduan.

Ada yang pergi ke kota besar hanya untuk bekerja. Sengaja tidak membeli rumah dan menetap di indekos sederhana. Uang yang mereka kumpulkan, ditabung dan ditransfer ke kampung untuk istri, anak, dan orangtua.

Sepanjang bekerja, tentu bertemu wajah hanya lewat ponsel. Tidak bisa bertatap muka langsung. Momen Lebaran ini, yang adalah saat tepat untuk bersilaturahmi dan tersedia pula libur yang cukup panjang, dimanfaatkanlah oleh sebagian perantau itu untuk mudik.

Entah mereka sadar kondisi Corona atau tidak, mereka tetap mudik. Pada sisi lain, ada warga dan sebagian sisa perantau menahan diri di rumah saja. Lalu, terjadilah adegan penolakan.

Penolakan warga

Dari berbagai media, semua hampir serentak mengabarkan bahwa terjadi penolakan di sana sini, pada para pemudik yang hendak balik. Lebaran memang telah usai dan arus balik tinggal menunggu waktu.

Mereka memasang spanduk di pagar, dengan tulisan begitu mencolok mata, berupa larangan dan mengharuskan para pemudik membawa surat keterangan negatif Covid-19 ketika pulang ke perumahan semula.

Di Kompas misalnya. Diberitakan telah terjadi penolakan, di antaranya di daerah Sawah Besar, Jakarta Pusat dan Jelambar, Jakarta Barat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun