Dalam kurun waktu empat hari belakangan ini, saya bisa menulis dua sampai tiga artikel sehari. Otak saya sedang encer sepertinya. Atau, memang sedikit-sedikit berpikir, alias overthinking? Beda-beda tipis. Hahaha...
Tanpa berlama-lama, setiap ide yang terlintas langsung saya tulis di konsep Kompasiana. Jika lowong, segera saya analisis dengan pertanyaan-pertanyaan berjibun tentangnya (siapa, apa, mengapa, bagaimana, di mana, dan kapan).
Saya segera membuka sumber berita terkait sebagai pendukung artikel. Jika ide pernah dialami pribadi, langsung saya mengulas kenangan dan merinci pengalaman. Seketika satu artikel selesai. Potongan ide tersaji lengkap dengan sempurna.
Baru-baru ini, saya mendengar Guru saya, Khrisna Pabichara. Beliau kurang lebih mengatakan bahwa ketika ide muncul, sebaiknya lekas dituliskan. Ia bisa terbang begitu mudah, saat berdiri dari kursi. Langsung menghilang.
Saya tersenyum. Betul-betul sama kejadian beliau dengan saya. Oleh sebab itu, saya iyakan kata-kata guru dan saya biasakan melakukannya.
Keinginan menulis tiap-tiap penulis
Tiap-tiap penulis punya cara berbeda dalam mempertimbangkan waktu untuk penerbitan setiap artikel. Ada yang menulis satu hari satu artikel saja meskipun banyak ide terlintas.
Ada yang berharap bisa menulis satu artikel saja per hari, karena sulit sekali memikirkan ide. Saya pribadi, tidak ada aturan. Jika ada ide dan mau menulis, ya tinggal buka laptop dan langsung menulis, tanpa melihat sudah ada tidak tulisan tayang hari itu.
Tujuan utamanya hanya satu, memberikan manfaat kepada pembaca lewat hasil pikir saya. Sayang, jika tidak digoreskan. Jika itu tersampaikan lewat telah tayangnya artikel, saya begitu puas. Masalah apresiasi, nanti datang sendiri saat dirasa pembaca artikel itu bermanfaat.
Lantas, mengapa ide secepat kilat wajib diabadikan?
Adakalanya otak buntu