Pernahkah kita sadari, ponsel pintar telah membunuh banyak perkakas? Semua serba ada di sana. Kamera untuk memotret, buku catatan sebagai pengingat, aplikasi pengolah data untuk bekerja, pemutar musik untuk mendengar lagu, dan sebagainya. Kita tidak perlu beli alat khusus untuk memenuhi kebutuhan itu.
Begitu pula tiap-tiap media sosial. Mereka saling berlomba menyediakan berbagai fitur, yang tujuannya menjaga agar pengguna tetap setia. Bisa nonton tv, unggah video, kreasi gambar, berbagi lokasi, menjual barang, dan seterusnya.
Banyak sejarah
Foto-foto kita masa lalu banyak tersimpan di media sosial. Segala tulisan dan memo penting pun terekam rapi di sana. Dengan melihatnya, otomatis kesukaan akan kenangan lampau terputar kembali.
Banyak cerita menghangatkan. Foto-foto itu tiba-tiba berbicara, mengulas sejarah. Sesekali, tanpa dicari, media sosial juga memunculkan foto sejarah itu di tampilan muka akun kita.Â
Kebebasan berpendapat
Dalam dunia nyata, ada banyak batasan yang membuat kita tidak leluasa berpendapat. Kegagapan berbicara karena takut dan tidak percaya diri seusai menatap langsung wajah seseorang, ketidaksempatan ngomong sebab tidak ada waktu, dan lainnya.
Sementara di media sosial, kita hanya menatap layar dan banyak waktu untuk merangkai kata. Sejatinya, seluruh orang bebas berpendapat. Ini pun hak asasi manusia. Lewat media sosial, ini dapat dipenuhi. Akun kita bebas berbicara segala macam, sesuai apa yang terpikirkan otak. Bagi yang bijak, mempertimbangkan satu dua rambu.
Seluruh penyebab adiksi itu berhasil mempertahankan eksistensi seseorang dalam dunia maya. Segala perilaku dan ucapan yang timbul olehnya lewat akunnya, membentuk penilaian orang atas karakternya.
Apakah dia pribadi yang baik dan bijak atau orang yang seenaknya ngomong ngalor ngidul dan hanya mencurahkan emosi sesaat? Ini bisa menjadi pertimbangan orang lain, memutuskan tetap atau berhenti berteman dengannya.
Pada harapan, orang ingin tampil baik di media sosial. Satu dua kepalsuan muncul. Hal-hal yang bukan dirinya di dunia nyata, diubahkan sedemikian rupa di sana, agar tercitra dan terjaga nama baik. Pada kenyataan, pengendalian diri sesekali tidak maksimal. Timbul pula beberapa hal buruk di sana.