Bagaimana jika nama kita telah tercoreng?
Tidak ada manusia yang sempurna. Terkadang, kelemahan di luar pengendalian diri terjadi. Satu dua perilaku buruk muncul. Direkam baik pula oleh orang-orang. Memang, orang-orang gampang mengingat yang buruk daripada yang baik. Lantas, bagaimana menyikapinya?
Dengar koreksi
Jika ada yang memberi masukan dan koreksi atas perilaku buruk kita, sebaiknya dengarkan benar. Suatu saat kita mungkin sulit bahkan buta menilik kelemahan diri. Kita butuh orang lain untuk mencermatinya.
Ubah perilaku
Jika masukan memang benar, tidak ada salahnya kita koreksi perbuatan. Semua semata-mata untuk memperbaiki nama baik. Kita harus bersedia mengubah perilaku, meskipun itu kesukaan kita, jika memang kenyataannya merugikan.
Lakukan terus kebaikan
Jangan pikirkan keburukan yang sudah terjadi. Lakukan terus perbuatan yang sudah dikoreksi, dilengkapi dengan kebaikan-kebaikan lain, hingga menjadi sebuah kebiasaan yang melekat. Bahkan kita merasa tidak lengkap jika tidak melakukannya. Kita tidak bisa bila tidak berbuat baik. Kegelisahan tertinggi pertanda kita telah berubah.
Abaikan omongan orang
Dalam setiap perubahan menuju kebaikan, tentu masih hadir satu dua orang di sekitar yang mengingatkan kita akan keburukan masa lampau. Mungkin mereka tidak suka atau dendam. Abaikan saja, selama kita memang telah berubah. Yang dituduhkan sudah tidak ada.
Seluruh pemikiran ini tidak sekadar pemikiran. Tetapi, merupakan ramuan dari hasil pengalaman saya, jatuh bangun menjaga nama baik. Ada perasaan yang terluka. Ada kebanggaan yang melimpah. Jika sudah baik, betapa wajib kita pertahankan.