Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG (@cerpen_sastra), Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen di Kompasiana (@pulpenkompasiana), Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (@kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (@indosiana_), Pendiri Tip Menulis Cerpen (@tipmenuliscerpen), Pendiri Pemuja Kebijaksanaan (@petikanbijak), dan Pendiri Tempat Candaan Remeh-temeh (@kelakarbapak). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Para Pembeli Waktu

18 April 2021   01:38 Diperbarui: 18 April 2021   07:43 442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: intisari.grid.id 

Cerpen Sebelumnya: Si Penjual Waktu

"Pengumuman! Pengumuman! Diberitahukan pada seluruh warga, bapak penjual waktu telah meninggal. Dia tutup usia saat umur lima puluh tahun. Diimbau untuk Saudara-Saudara yang pernah membeli waktu darinya, berkumpul segera di gedung pertemuan. Kita akan bersama-sama menguburkannya, sebagai bentuk penghormatan terakhir. Saya harap, semua bisa datang!"

Terdengar suara pemberitahuan yang begitu kencang dari pengeras suara di balai warga. Beberapa ibu tetangga berlarian keluar rumah. Saya membuka pagar. Ada tiga ibu sedang sibuk berbincang.

"Astaga! Kok bisa mendadak begini?"

 "Iya, kasihan ya, Bu. Saya juga kaget."

"Lagian siapa yang tahu, Bu. Si bapak kan memang berdiam terus dalam rumah. Kita mau jenguk tidak enak. Ibu-ibu masih ingat pesan terakhirnya? Kan kita tidak boleh mengganggunya."

Saya mendatangi mereka.

"Heh! Kalian ngomongin orang mati ya? Nggak baik gosipin orang yang sudah meninggal!" sergah saya. Saya paham benar ketiga ibu tetangga saya itu tersohor sebagai penyalur berita terdepan. Semacam paling tahu segala di kota ini. Sayang, yang belum tentu benar yang sering asyik mereka perbincangkan.

"Bukan begitu, Bu. Kami heran saja. Tidak ada angin tidak ada hujan, si bapak meninggal," jawab salah seorang ibu.

"Sudah-sudah! Lebih baik kita langsung ke balai saja. Orang-orang sudah menunggu untuk pemakaman. Kita harus hadir. Entah, tanpa bapak itu, mungkin hidup kita tidak sampai sejauh ini."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun