Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG (@cerpen_sastra), Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen di Kompasiana (@pulpenkompasiana), Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (@kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (@indosiana_), Pendiri Tip Menulis Cerpen (@tipmenuliscerpen), Pendiri Pemuja Kebijaksanaan (@petikanbijak), dan Pendiri Tempat Candaan Remeh-temeh (@kelakarbapak). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Restoran Lidah

11 April 2021   22:35 Diperbarui: 11 April 2021   23:06 667
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada semangkuk tongseng lidah pembunuh, ada sepiring gorengan lidah penipu, dan ada sambal lidah perayu. Kami menikmatinya dengan sepiring nasi hangat, sebotol kecap, dan sambal terasi. Sekejap, piring dan mangkuk kami licin tandas.

Lelaki tua itu masih menemani kami makan. Mukanya mendadak kusam. Dia kembali tidak bersemangat seperti pertama kami menjumpainya. Setelah makan, kami mengobrol dengannya.

"Kenapa Bapak tidak semangat? Ada masalah, Pak?"

Lelaki tua itu mendeham.

"Begini, Pak. Sebetulnya kami tidak sekadar pegawai restoran. Kami pemburu kejahatan."

Saya terkesiap. Apakah ini arti misi itu?

"Lantas, apa yang membuat Bapak lemas? Ayo, semangat, Pak!"

"Begitulah, Pak. Kami sudah terus memburu para penjahat. Lidah-lidah mereka kami potong, supaya mereka jera. Agar mereka tidak bisa berbicara dengan sesama penjahat. Tetapi, tetap saja, jumlah para penipu, pembunuh, dan perayu masih banyak." 

"Kami sudah terlalu capek, mereka tidak berubah. Bahkan, beberapa kami habisi nyawanya. Terlalu banyak mereka beredar. Semakin kami berantas, ada saja pengikut mereka yang terus bertambah." 

"Pengikut-pengikut itu sudah buta, tidak bisa membedakan mana yang benar dan salah. Mereka termakan hasutan lidah-lidah bangsat itu. Semangat kami mulai pudar. Tidak ada lagi kesenangan mengenyahkan mereka dari muka bumi. Kami sempat merasa sia-sia. Mengapa kejahatan ada dan tetap ada? Kami sudah bosan."

Saya terus mendengarkannya dengan tenang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun