Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG (@cerpen_sastra), Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen di Kompasiana (@pulpenkompasiana), Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (@kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (@indosiana_), Pendiri Tip Menulis Cerpen (@tipmenuliscerpen), Pendiri Pemuja Kebijaksanaan (@petikanbijak), dan Pendiri Tempat Candaan Remeh-temeh (@kelakarbapak). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Jangan Sebal Setelah Membaca Cerpen Tanggung

10 April 2021   09:41 Diperbarui: 10 April 2021   09:53 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: istockphoto/Getty Images

Di tengah cerita, dibilang bahwa Da Silva masuk ke rumah, tetapi sekadar masuk dan tidak sempat melihat kepala itu. Di akhir, Da Silva membuka pintu. Tentu, pertanyaan pembaca, bagaimana reaksi Da Silva? Apakah sedih melihat kepala anaknya dipenggal? Apakah geram? Apa pula yang dilakukannya kemudian? Semisal, mungkin mencari pembunuhnya? Pembaca dibiarkan menjawab dengan imajinasi sendiri.

Begitu pun dengan cerpen saya. Saya tidak mengungkap foto siapa di dinding kamar bapak. Hanya, keanehan saja, mengapa untuk melihat foto itu, lakon utama harus menikah dulu. Saya pun menggambarkan lakon begitu penasaran di sepanjang cerita.

Apakah pembaca seakan dikerjain cerpenis?

Sekali lagi tidak, karena ini sekadar gaya cerita. Ada hal-hal menarik yang sebetulnya bila kita sadari lebih penting daripada itu.

Keindahan berbahasa

Cerpen menjadi menarik ketika cerpenis berhasil merangkai kata sedemikian rupa, sehingga terbaca indah. Bisa dengan menghidupkan benda mati seolah hidup, menyertakan peribahasa, menyisipkan kalimat bijak, dan lainnya.

...Rembulan terang di atas kampung. Rembulan yang purnama. Malam yang sungguh-sungguh indah. Bahkan bunga Wijaya Kusuma itu mekar dengan begitu cepat, seperti ikut merayakannya. Angin dari arah pantai berembus perlahan, tapi lebih dari cukup untuk membuat daun-daun dari setiap pohon di halaman itu saling bersentuhan, berkerosak saling berbisik, mendesis seolah memberi pertanda...

Kalimat Om Seno itu bagi saya indah sekali. Om Seno memang mahir menggunakan majas personifikasi.

Keseruan dialog dan adegan

Sebagai bagian cerpen, dialog dan adegan perilaku lakon juga menarik disimak. Dalam dialog, bisa ada unsur saling mengejek atau bercanda. Sementara perilaku berbicara tentang apa yang lakon kerjakan atau peristiwa fisik yang dialaminya.

...Di dalam rumah, terdengar sesosok tubuh terperosok di balik pintu. "Sssstt... jangan bikin suara!" Terdengar napas terengah-engah, dalam kegelapan itu, hanya terlihat cahaya sepasang mata yang ketakutan...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun