Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Cerpenis.

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG @cerpen_sastra, Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen (Pulpen) Kompasiana, Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (Kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), dan Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (Indosiana). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Si Penjual Waktu

7 April 2021   02:28 Diperbarui: 8 April 2021   22:09 849
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Lalu apa, Bu?" Rasa penasaran saya bertambah. Saya ingin mencari masuk akalnya di mana.

"Lalu, sebagai bayarannya, pembeli harus janji. Ia harus menyediakan waktu yang lamanya sama dengan yang dibelinya, untuk menolong orang. Bila tidak, maka kesialan akan datang."

"Jadi, penjual itu tidak dapat uang maksudnya?"

"Seperti itu, Bu."

Saya betul-betul tidak habis pikir. Bagaimana bisa terhubung penjual itu dengan tukang tagih itu? Apa mereka kebetulan saudara? Waktu seperti apa yang dia jual? 

Kali ini, seorang tetangga lain datang ke rumah saya. Sama seperti tetangga saya itu, raut wajahnya benar-benar berseri, seusai membeli waktu.

"Bu, kalau ada masalah, ke penjual itu saja, Bu," katanya pada saya. Saya membuka pagar. Saya keluar dari rumah.

"Ibu habis beli waktu berapa lama? Untuk apa memang?"

Ibu itu merapikan dasternya. Ia mengelap kotoran dan debu, seusai berdesakan dengan para pembeli waktu. 

"Saya dapat dua hari, Bu. Lumayan, saya masih bisa menghabiskan waktu dengan ibu saya. Kata suami saya yang di rumah sakit, ibu saya tidak jadi meninggal. Padahal, baru beberapa detik sebelum saya beli waktu, napasnya tersengal-sengal parah. Wajahnya betul-betul pucat. Tangannya dingin. Saya bersyukur, masih bisa punya waktu dua hari untuk berbincang dengan ibu," katanya perlahan sambil menitikkan air mata.

Apa penjual itu tukang sihir? Bagaimana bisa setelah kemarin menunda kedatangan tukang tagih utang, sekarang menunda kematian orang? Siapa dia sebenarnya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun