Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Cerpenis.

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG @cerpen_sastra, Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen (Pulpen) Kompasiana, Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (Kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), dan Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (Indosiana). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Rapat Para Babu (Bagian II)

3 April 2021   18:39 Diperbarui: 3 April 2021   19:37 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerita sebelumnya ==> Rapat Para Babu

"Arrrrgggghhh...."

Terdengar suara teriakan. Suara itu begitu kencang, memantul lewat dinding, menggaung-gaung, memecah kesenyapan malam dalam rumah gedung itu. Seorang gadis meletakkan seorang bayi begitu saja di atas sofa. Bayi itu merengek-rengek, seperti sedang bersedih.

"Minah, Malin, cepat sini!"

Gadis itu memanggil-manggil. Seorang pemuda dengan kaki masih berbekas tanah berlari dari taman. Seorang wanita tua bergegas mematikan kompor dan beranjak mendekat.

"Ada apa? Kenapa kau teriak malam-malam?" tanya wanita tua itu.

"Lihat itu. Lihat!"

Gadis itu menunjuk ke dalam kamar. Tangannya gemetar. Bibirnya bergetar. Sekujur tubuhnya mendadak dingin. Suatu pemandangan yang tak ingin dan tak pernah dilihatnya, muncul begitu saja.

Dalam kamar utama rumah itu, seorang wanita tergeletak lemah di lantai. Mulutnya berbuih. Rambut panjangnya berantakan. Tangannya kaku. Matanya begitu putih. Si koki menyentuh tubuh itu. Ia menggoyang-goyangkannya.

"Nyonyaaaaaaa...."

"Nyonya kenapa?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun