Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG (@cerpen_sastra), Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen di Kompasiana (@pulpenkompasiana), Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (@kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (@indosiana_), Pendiri Tip Menulis Cerpen (@tipmenuliscerpen), Pendiri Pemuja Kebijaksanaan (@petikanbijak), dan Pendiri Tempat Candaan Remeh-temeh (@kelakarbapak). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Sebuah Foto di Dinding Kamar Bapak

28 Maret 2021   20:41 Diperbarui: 28 Maret 2021   21:48 924
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Sabar Nani, belum waktumu untuk melihat itu."

"Dengar kata kakakmu! Kamu harus nurut sama dia. Nanti kalau ibu sudah tidak ada, dia ganti orangtuamu," tukas ibu sambil membuka bungkus nasi goreng dan meniriskan beberapa potong ikan kembung goreng dari wajan, lalu menyajikannya ke atas meja.

Saya mengambil sepotong ikan itu. Dengan muka sedikit abai, saya mengunyahnya lekas-lekas dan berusaha seolah-olah tidak mendengar jawaban mereka yang bagi saya terdengar seperti nasihat itu. Kalau mereka sudah bernasihat, saya hanya bisa menunduk.

Tiba-tiba ibu mengambil tongkat. Ia pergi ke toilet, seperti ingin buang air kecil. Tinggal saya berdua bersama kakak.

"Memangnya wajah siapa sih Kak di foto itu?"

"Kamu benar-benar ingin tahu?"

Saya menganggukkan kepala. Saya menghentikan kunyahan. Saya menelan ludah. Apakah kakak benar-benar akan membongkar rahasia itu?

"Gak papa kamu menyesal kalau tahu sekarang? Menurut kakak lebih enak kalau kamu sudah menikah saja."

"Gak papa, Kak, gak papa. Cepat katakan, sebelum ibu ke sini."

Kakak membelai rambut panjangnya. Ia mengambil sebuah karet gelang pembungkus nasi, lalu menguncir kepang rambutnya.

"Jadi, foto itu adalah wajah...."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun