"Sabar Nani, belum waktumu untuk melihat itu."
"Dengar kata kakakmu! Kamu harus nurut sama dia. Nanti kalau ibu sudah tidak ada, dia ganti orangtuamu," tukas ibu sambil membuka bungkus nasi goreng dan meniriskan beberapa potong ikan kembung goreng dari wajan, lalu menyajikannya ke atas meja.
Saya mengambil sepotong ikan itu. Dengan muka sedikit abai, saya mengunyahnya lekas-lekas dan berusaha seolah-olah tidak mendengar jawaban mereka yang bagi saya terdengar seperti nasihat itu. Kalau mereka sudah bernasihat, saya hanya bisa menunduk.
Tiba-tiba ibu mengambil tongkat. Ia pergi ke toilet, seperti ingin buang air kecil. Tinggal saya berdua bersama kakak.
"Memangnya wajah siapa sih Kak di foto itu?"
"Kamu benar-benar ingin tahu?"
Saya menganggukkan kepala. Saya menghentikan kunyahan. Saya menelan ludah. Apakah kakak benar-benar akan membongkar rahasia itu?
"Gak papa kamu menyesal kalau tahu sekarang? Menurut kakak lebih enak kalau kamu sudah menikah saja."
"Gak papa, Kak, gak papa. Cepat katakan, sebelum ibu ke sini."
Kakak membelai rambut panjangnya. Ia mengambil sebuah karet gelang pembungkus nasi, lalu menguncir kepang rambutnya.
"Jadi, foto itu adalah wajah...."