Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG (@cerpen_sastra), Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen di Kompasiana (@pulpenkompasiana), Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (@kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (@indosiana_), Pendiri Tip Menulis Cerpen (@tipmenuliscerpen), Pendiri Pemuja Kebijaksanaan (@petikanbijak), dan Pendiri Tempat Candaan Remeh-temeh (@kelakarbapak). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Sepetak Rumah di Bilangan Ibu Kota

20 Maret 2021   01:54 Diperbarui: 20 Maret 2021   03:11 541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber:unsplash.com/artis kancs

"2,5 M," bos Sulepret menyahut.

Pengusaha yang lain itu hanya tersenyum. "Saya dari awal 3 M," katanya.

Kedua bos kami gelisah. Masing-masing mendekati sekretarisnya, meminta perhitungan untung rugi membeli rumah diperbaharui. 

"3,5 M," bos saya menaikkan harga.

"Saya 4 M," bos Sulepret juga menaikkan tawaran.

"Kalau begitu, saya 5 M," kata pengusaha lain itu sambil tetap tersenyum. Kami begitu heran, uang-uang di mata mereka seperti kerupuk. Tidak ada harganya. Begitu mudah diucapkan, seperti begitu mudah pula dikumpulkan.

Lelaki itu tetap saja melakukan kebiasaannya. Mengambil kacang dalam kantung plastik, mengupasnya, lalu melemparkan sampahnya ke sembarang tempat.

"Tawaran terakhir. Saya 7 M," kata bos saya.

Karena tidak mau kalah dan tidak ingin dipermalukan oleh pengusaha lain itu, bos Sulepret dengan begitu sombong memberi harga. "Saya 10 M." Pengusaha lain itu tidak berkata apa-apa. Lelaki itu memutuskan dan menyepakati, rumahnya dijual seharga 10 M. Padahal, harga seharusnya hanya 1 M.

Sepulang dari lelang, kami sengaja bermain ke rumahnya. Kami penasaran, siapa pengusaha lain itu.

"Pak Muamin, sebetulnya siapa dia?" kata saya di ruang tamunya. Sambil mulai merapikan barang-barang, dia berkata: "Ooo... maksud kamu, yang hadir selain bos kalian?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun