Saya heran, siapa orang itu sehingga berani dengan tidak sopan bertingkah di depan bos? Apakah dia orang yang begitu penting, sampai-sampai bos memohon-mohon dengan menundukkan kepala dan menangkupkan kedua telapak tangannya? Bos serasa tidak dihargainya. Bahkan beberapa kulit kacang ada yang terlempar mengotori celana bos yang hitam mengilat itu.
"Ayolah, Pak. Berikan pada saya. Bapak ingin menginap di hotel mana? Bilang saja. Silakan bapak tidur di sini atau semua hotel anak perusahaan saya. Semuanya bintang lima. Bapak pasti tidak kecewa."
"Terserah, bapak mau minta fasilitas yang mana. Semua ada untuk Bapak. Biaya penginapan, makan enak, pijat gratis, bahkan kalau mau plus-plus pun ada. Bila perlu satu keluarga bapak tidak perlu bayar."
Lelaki itu tetap tidak menjawab. Setelah ia mengambil tisu di atas meja dan membersihkan kumis putihnya dari kulit tipis kacang yang menempel, dengan suara sedikit angkuh, dia berbicara.
"Bapak berani bayar berapa?"
"Yang kemarin kurang, Pak?"
"Ah, kalau hanya segitu, sudah ada orang menawar lebih tinggi. Kalau bapak tidak serius, ya sudah! Saya kasih saja ke orang itu."
Bos saya mengerutkan kening. Ia mengambil sebuah buku, membuka satu halaman, dan membaca coretan-coretan di dalamnya. Tidak jelas itu apa, seperti sebuah hitung-hitungan. Setelah berpikir sejenak, ia berujar: "1 M bagaimana?"
Lelaki itu tersenyum menyeringai.
"Bapak bercanda terus," ujarnya sambil meninggalkan bos saya. Bos saya mengembuskan napas begitu kencang. Seperti kecewa.
Lain lagi halnya ketika lelaki itu berjumpa dengan bos teman saya di ruang kerjanya.