Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Cerpenis.

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG @cerpen_sastra, Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen (Pulpen) Kompasiana, Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (Kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), dan Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (Indosiana). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Jangan Sampai seperti Karsim!

19 Maret 2021   12:04 Diperbarui: 21 Maret 2021   00:31 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

...Wajah-wajah pengendara adalah wajah para raja jalanan. Wajah-wajah yang mengusung semua lambang kekotaan: keakuan yang kental, manja dan kemaruk luar biasa...

Di atas adalah dua kalimat penggalan cerpen "Akhirnya Karsim Menyeberang Jalan", karya Ahmad Tohari. Beliau menggambarkan kondisi jalan raya seperti orang-orang yang egois, mementingkan diri sendiri, tanpa memberi waktu bagi Karsim--yang adalah seorang pejalan kaki-- untuk menyeberang jalan.

Mengapa saya buka artikel ini dengan cerpen itu? Kendati cerpen itu lawas, masih sangat relevan dengan keadaan aktual. Setiap kali saya bersepeda di jalanan ibu kota, saya selalu teringat Karsim. 

Cerpen itu melekat benar pada benak. Orang-orang ibu kota sebagian begitu. Semua serba cepat, was-wes-was-wes di jalanan, kalau terlambat sedikit akan kalah selip, sehingga terkadang tidak mengindahkan ada pejalan kaki dan pesepeda yang ingin menyeberang.

Saya kenal betul jalanan ibu kota. Ada yang tersedia jalur khusus pesepeda, ada yang jalan rayanya begitu kecil dan masih terpotong jalur busway, ada pula yang jalannya hampir setengah dibangun trotoar. 

Sebagai pesepeda, saya tentu wajib hati-hati, agar selamat sentosa di jalan. Sering sekali saya mengalah, menunggu lalu lalang kendaraan benar-benar sepi, baru saya melanjutkan perjalanan.

Pengalaman unik dan sekali terjadi, saya tertabrak motor ketika siang hari. Saat itu, pengendara motor berucap dia ngantuk. Mungkin terkena embusan angin yang begitu dingin di siang hari yang begitu terik, sehingga dia terlena, tidak konsentrasi membawa motor, dan akhirnya menabrak bagian belakang sepeda saya.

Untung saya tenang. Puji Tuhan, saya tidak apa-apa. Masih lancar saja sampai detik ini menulis cerpen di Kompasiana, hehehe.... Atas kejadian itu, saya lebih berhati-hati lagi ketika bersepeda di ibu kota.

Memakai alat keselamatan

Ilustrasi helm sepeda, Sumber: id.lovepik.com
Ilustrasi helm sepeda, Sumber: id.lovepik.com
Sudah tersedia helm kecil khusus pesepeda. Tinggal beli. Helm ini selain melindungi kepala dari sengatan matahari, juga meminimalisir seandainya kita jatuh dan cedera terantuk aspal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun