Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Cerpenis.

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG @cerpen_sastra, Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen (Pulpen) Kompasiana, Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (Kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), dan Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (Indosiana). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Anak Perempuan dalam Tangisan

7 Maret 2021   12:02 Diperbarui: 7 Maret 2021   21:53 675
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber:pixabay.com/luisfrps

“Barang-barang sudah dikemas semua?”

“Sudah Mas. Tinggal sedikit pakaian Aksila.”

“Kamu benar-benar yakin kan?”

Sulastri menghela napas. Ia mengelus dadanya yang semakin sakit, karena batuknya yang begitu menyiksa. Kali ini, ia memberanikan diri menjawab.

“Yakin, Mas,” dengan lirih ia berucap.

Suaminya mendekati Sulastri. Direngkuhnya tubuh yang gempal itu, dipeluknya erat-erat. Sulastri meletakkan kepalanya pada bahu suaminya. Suaminya bisa mendengar jelas isakan perlahan Sulastri. Bahunya basah. Sulastri menangis.

***

Sore itu langit begitu indah. Guratan sinar-sinar kemerahan terlukis seperti membungkus kumpulan mega yang bertakhta di langit. Beberapa bintang mulai memunculkan dirinya, bekerlapan, seolah-olah bersiap mengantar Sulastri dan Aksila pulang ke Semarang. Jalanan tidak macet.

Tepat pukul empat sore, diantar suaminya menggunakan bajaj, Sulastri dan Aksila tiba di stasiun Pasar Senen. 

Di stasiun, Aksila begitu bersemangat. Matanya berbinar-binar. Mulutnya setengah terbuka. Ia terpukau melihat hiruk pikuk orang membawa koper-koper besar seperti hendak liburan. Meskipun ketika berangkat, barang-barang yang dibawa mengimpitnya begitu dalam sehingga ia duduk terjepit di pinggir pintu bajaj, itu sama sekali tidak mengurangi kebahagiaannya.

Suami Sulastri sempat keheranan. Mengapa anaknya berubah begitu berbeda dari biasanya? Apakah selama ini Aksila stres karena tidak pernah liburan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun