Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG (@cerpen_sastra), Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen di Kompasiana (@pulpenkompasiana), Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (@kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (@indosiana_), Pendiri Tip Menulis Cerpen (@tipmenuliscerpen), Pendiri Pemuja Kebijaksanaan (@petikanbijak), dan Pendiri Tempat Candaan Remeh-temeh (@kelakarbapak). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Kepala Kampung Baru

4 Maret 2021   19:11 Diperbarui: 4 Maret 2021   19:27 464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Bapak harus jadi kepala kampung!" teriak salah seorang warga ketika mendatangi rumahnya.

"Sudah waktunya Bapak buka tabiat busuk Pak Wagiyo!" kata warga lain.

"Benar itu, Pak. Mengapa desa ini tidak bisa ada yang berdagang? Saya curiga Pak Wagiyo punya pesuruh, agar warungnya saja yang laku. Bapak harus usut tuntas semua itu!" tambah warga lain sambil mengepalkan tangan.

Mereka ikhlas menjadi pendukung bukan karena Surimin bayar. Tetapi, Surimin memang sosok yang baik sekali. Setiap ada kedukaan, Surimin orang paling pertama hadir memberi belasungkawa. Ketika ada warga terlilit utang, Surimin sukarela memberi pinjaman. 

Tatkala ada warga sakit dan butuh berobat ke kota, Surimin akan cepat mengantar dengan mobilnya. Sebagian malah ada yang sudah menganggapnya sebagai kepala kampung. Para warga sampai bingung membalasnya, karena dia tidak mau menerima apa-apa.

Tetapi, desakan warga itu tidak bisa ditolaknya. Hari demi hari, setiap malam itu terus mengganggu pikirannya sesaat hendak tidur. Beberapa kali bahkan dia tidak tidur semalaman. Sesekali ada perasaan bersalah muncul di hatinya, kalau permintaan itu tidak dikabulkannya. 

Satu demi satu warga terus berdatangan, menyampaikan dukungan dan mengelu-elukan namanya, sampai hatinya gundah dan akhirnya menerima tawaran mereka.

"Bapak berani lawan Sulepret?" tanya istri Surimin suatu malam.

"Saya sebetulnya malas jadi kepala kampung. Hanya, warga terus mendesak, jadi mau tidak mau saya maju. Terpilih ya syukur, tidak terpilih tidak apa-apa. Jabatan itu amanah. Saya hanya takut bila menjabat tetapi tidak mampu melakukan sebaik-baiknya."

Istri Surimin memandang suaminya itu. Ia sungguh kagum, betapa ikhlas suaminya dalam menjalani kehidupan. Sebuah kecupan hangat mendarat di pipi Surimin.

"Silakan, Bapak Ibu duduk yang tertib. Tunggu sebentar!" Seorang penghitung suara merapikan beberapa bilik suara. Di antaranya terhalangi seng, sehingga warga yang memilih tidak bisa saling lihat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun