Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Cerpenis.

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG @cerpen_sastra, Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen (Pulpen) Kompasiana, Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (Kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), dan Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (Indosiana). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Ibu Tidak Boleh Mati

3 Maret 2021   19:21 Diperbarui: 3 Maret 2021   19:46 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: cahayaperdana.com

Di atas dipan, ibu terbatuk-batuk lagi. Napasnya tersengal-sengal. Tangannya semakin mengerut. Mukanya pucat pasi.

"Ibu, jangan mati!"

Mimi mengambil selimut tebal dan membentangkannya menutup badan ibu yang terus menggigil. Laksmi bersama suaminya belum sampai rumah. Umi duduk di sudut ruang tengah. Bibirnya terus merapalkan doa.

"Kau kan Umi yang memaksa ibu buat pesta besar-besaran? Jangan mentang-mentang kau anak kesayangan, lalu seenak jidatmu mengambil semua harta ibu!" Mimi tiba-tiba berdiri. Tangannya menunjuk-nunjuk wajah Umi.

Umi mengambil tisu dan menyeka air mata di pipinya. Selendang tipis yang tergerai di bahunya segera dia lilitkan membungkus kepalanya.

"Saya tidak pernah meminta ibu sampai berutang," Umi berkilah.

Tidak berapa lama, pintu diketuk. Laksmi dan suaminya tiba.

"Siapa yang mau menanggung utang ini? Kalian enak sudah bersuami, sudah punya rumah sendiri. Saya? Mau tinggal di mana saya? Rumah ini pun bentar lagi diambil tukang gadai. Kau harus tanggung jawab, Umi!"

"Saya tidak mau semua utang ibu jatuh menjadi tanggung jawab saya. Saya tidak mau!"

Di luar sudah gelap. Teras rumah juga gelap. Lampu tidak ada yang menyalakan. Tanpa ada yang tahu, badan ibu tiba-tiba kejang-kejang. Terdengar satu embusan napas panjang. Tangan ibu tergeletak terjatuh di samping dipan.

"Ibuuuuuuuuu!!!!" Umi mendekati ibu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun