Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG (@cerpen_sastra), Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen di Kompasiana (@pulpenkompasiana), Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (@kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (@indosiana_), Pendiri Tip Menulis Cerpen (@tipmenuliscerpen), Pendiri Pemuja Kebijaksanaan (@petikanbijak), dan Pendiri Tempat Candaan Remeh-temeh (@kelakarbapak). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Buku Harian Nana

1 Desember 2020   00:07 Diperbarui: 1 Desember 2020   00:14 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masih adakah kalian yang punya buku harian? Aku ragu ada. Sekarang, semua kisah kehidupan dibukukan jelas di media sosial. Kegiatan per detik, menit, jam, berlalu lalang diunggah. Selalu tersedia waktu memperlihatkan itu. Bahkan, mungkin bila ditelisik barang apa yang memiliki sidik jari terbanyak, aku yakin ponsel jawabannya.

Aku pernah berpikir, buat apa semua orang harus tahu semua unggahan itu. Mungkin, mereka butuh pengakuan. Atau, mengenalkan diri ke dunia luar. Atau, meminta dipuji atas kelakuan. Atau, sekadar mencari hiburan. Terlalu banyak pertanyaanku untuk setiap keanehan itu.

Aku sendiri taksuka dengan itu. Setiap keluh kesah takperlu banyak orang tahu. Orang-orang terdekatku saja tahu, itu lebih dari cukup bagiku. Harapanku.

Sayang, kenyataan berkata lain. Aku tak punya orang dekat. Bukan aku anti sosial, bukan tak ingin berteman, tapi keadaan membuat dan membentukku seperti itu. Aku tercipta sebagai orang yang takbisa apa-apa, ditengah apa-apa.

Hanya buku harian inilah yang setia menemani dan mendengarkan keseharianku. Lembar demi lembar tertulis penderitaanku. Tersamar bersama kebahagiaan semu. 

Dunia ini sangat sepi. Dipenuhi benda mati. Mereka bermulut, tapi tak berkata. Mereka bertelinga, tapi tak mendengar. Indra mereka sudah mati rasa.

Lembar Pertama

Jujur, aku tidak bisa meminta lahir di mana dan sebagai apa. Ketika aku mulai mengetahui siapa diriku, anak siapa aku, ketika itu pula aku tidak menyesal dilahirkan di dunia.

Aku bangga sebagai anak kalian. Putri orang ternama, bahkan serasa nomor satu di kota ini. Tanpa bicara di media, perkataanku entah dari mana sudah muncul di layar kaca. Dinding seakan menjadi saksi, betapa terkenalnya diriku.

Aku juga senang melihat kalian mondar-mandir berbicara di televisi. Beberapa kali juga kubaca pernyataan kalian di surat kabar. Kota ini seperti mati bila tanpa kalian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun